Deretan pedagang menunggu pembeli di pelataran Pasar Kumbasari, Denpasar yang kini menerapkan pengaturan jarak pedagang seiring akan diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat (PKM). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pengamat kebijakan publik Dr. Ida Ayu Putu Sri Widnyani, S.Sos., M.AP. mengapresiasi kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) yang digagas oleh Wali Kota Denpasar dalam upaya penanggulangan COVID-19 berbasis desa/kelurahan dan desa adat. Bahkan, rencana penerapan PKM telah dirancang dalam bentuk peraturan wali kota (perwali), karena usulan tersebut sudah diizinkan oleh Gubernur Bali.

Hal ini menunjukkan kekompakan antara Pemerintah Provinsi Bali yang juga telah membuat kebijakan sinergitas adat dan dinas dalam upaya pemutusan rantai penyebaran COVID-19. Selain sebagai upaya pemutusan rantai penyebaran COVID-19, kata Sri Widnyani, PKM juga sebagai langkah preventif menjaga keamanan di wilayah Kota Denpasar. “Secara realita kita lihat mobilitas bepergian masyarakat di Kota Denpasar memang cukup tinggi, dan masih ada yang tidak menggunakan masker,” ujarnya.

Baca juga:  Aksi Tolak Reklamasi, "Lelancingan" 150 M Tutupi Depan Kantor Gubernur

Kendati demikian, ia mengingatkan penerapan PKM harus memperhatikan sejumlah hal untuk mengantisipasi agar kebijakan tersebut tidak memunculkan gejolak di tengah masyarakat. Sejumlah persiapan harus dilakukan dengan matang oleh Pemerintah Kota Denpasar, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat. “Tentu sumber daya, seperti SDM, anggaran, sarana dan prasarana atau material lainnya harus dipersiapkan. Termasuk pola komunikasi antarpelaksana dan komunikasi ke masyarakat, komunikasi berupa sosialisasi ke masyarakat dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif,” katanya mengingatkan.

Baca juga:  Kapal Ikan Tenggelam di Perairan Samudera Hindia, Satu Meninggal dan 10 Hilang

Menurut Sri Widnyani, setiap kebijakan yang diputuskan pemerintah tentu memiliki dampak. Hal ini tergantung dari sudut pandang kita. Apabila dilihat dari sudut pandang kesehatan, kebijakan PKM ini diharapkan dapat memutus rantai penyebaran COVID-19, bahkan sampai zero kasus.

Apabila dilihat dari dampak ekonomi, kebijakan PKM ini tentu akan mengakibatkan terjadinya penurunan pendapatan dari sektor perekonomian, masyarakat akan mengutamakan kebutuhan dasar yang pokok dan kebutuhan akan kuota untuk berkomunikasi. Jika dilihat dari dampak sosial, maka akan terjadi perubahan perilaku masyarakat, yang biasanya dapat keluar rumah buat refreshing kemudian harus dibatasi hanya berdiam diri atau beraktivitas di dalam rumah.

Baca juga:  “Mendem Padagingan” di Pura Puseh Desa Adat Sesetan

Hal ini tentu akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan. “Dampak ini yang perlu juga dipikirkan oleh kita bersama, mungkin dengan membentuk pola benteng pertahanan pencegahan COVID-19, seperti dengan pola pencegahan, pola pelacakan, dan pola perawatan,” ujarnya.

Sri Widnyani menjelaskan, pola benteng perekonomian, yaitu persiapan logistik dengan penentuan timing pembagian logistik ke masyarakat. Pola benteng pencegahan dampak sosial dapat dilakukan melalui mengajak masyarakat membangun modal sosial dan beraktivitas menanamkan jiwa ketahanan pangan mandiri di masing-masing keluarga. ‘’Yang terpenting, usaha pemerintah harus didukung oleh masyarakat dengan tekun dan disiplin,’’ tegasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *