SEOUL, BALIPOST.com – Pihak berwenang di Korea Selatan (Korsel) menyatakan pada Selasa (12/5), mereka akan menggunakan data dari telepon seluler (ponsel) untuk menelusuri pengunjung klub malam seiring upaya untuk menanganani klaster COVID-19 baru yang muncul di Itaewon. Para pengunjung yang dites akan dilindungi identitasnya menyusul adanya stigma homoseksual di Korsel.
Dikutip dari AFP, pada Senin dilaporkan terdapat 27 kasus baru konfirmasi positif COVID-19 di Korsel. Sehingga secara kumulatif terdapat 10.936 kasus COVID-19 yang ditangani Korsel.
Kasus baru kemudian bertambah lagi pada Selasa pagi. Menurut Wali Kota Seoul, Park Won-soon, sebanyak 101 kasus berhubungan dengan klaster Itaewon.
“Perang melawan penyakit infeksi adalah masalah kecepatan,” kata Park.
Ia menambahkan pihaknya akan bekerjasama dengan organisasi hak asasi manusia untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM. “Kami mengimbau anda untuk melakukan tes secepatnya, tanpa harus khawatir dengan keamanan,” katanya.
Korsel telah dijadikan sebagai model penanganan virus ini di dunia, namun timbulnya kasus-kasus baru, yang berhubungan dengan klaster di distrik Itaewon, termasuk sejumlah klub untuk gay, menyebabkan pihak berwenang harus menunda pembukaan kembali sekolah-sekolah.
Banyak pengunjung klub malam dipercaya enggan melakukan tes karena adanya stigma homoseksual di negara itu. Seoul, begitu juga provinsi tetangganya, Gyeonggi, Incheon, dan Daegu, telah memerintahkan penutupan klub malam dan bar.
Seoul telah mendata sebanyak 10.905 orang mengunjungi distrik Itaewon berdasarkan data yang diperoleh dari operator selular. Pihak berwenang juga telah mengirimkan SMS agar pengunjung distrik itu melakukan tes.
Markas besar Manajemen Penanggulangan Bencana Korsel menyatakan hampir 2.000 orang dipercaya telah mengunjungi klub malam itu tidak bisa dihubungi. Ribuan polisi sudah dikerahkan untuk menelusuri keberadaan mereka.
Lebih dari 7.000 orang mengunjungi area itu dalam waktu dua minggu terakhir telah dites, kata Wali Kota Park.
Ia mengatakan pada Senin ada denda sebesar 2 juta Won (1.630 dolar AS) bagi mereka yang menghindari tes. (Diah Dewi/balipost)