Komang Warsa. (BP/Istimewa)

Oleh : I Komang Warsa

Marwah pendidikan ada pada figur-figur guru yang dirindukan para siswanya. Mendidiklah dengan hati, mendidiklah dengan ikhlas sebagai bentuk kemuliaan jiwa. Pendidikan di era teknologi merupakan tantangan tersendiri oleh pelaku pendidikan (guru) terutama dalam konteks bencana kemanusiaan seperti sekarang ini.

Pendidikan jangan kehilangan roh karena kemajuan teknologi. Mendidik tidak mungkin bisa semuanya tergantikan oleh teknologi karena mendidik perlu ada keikhlasan hati, sentuhan jiwa, dan  siswa memerlukan kehadiran sosok guru.

Mendidik dengan hati bukan mendidik dengan teknologi semata. Sentuhan tangan guru, jempol tangan guru, pandangan kedamaian guru dan penampilan guru adalah bagian dari proses pendidikan yang bersifat holistik dan guru sangat berperan. Guru tidak mungkin digantikan oleh LCD di kelas, guru tidak mungkin digantikan oleh dunia maya semata karena siswa butuh figur seorang guru.

Kemandirian penting tetapi siswa belum semua siap belajar mandiri, masih butuh pendampingan yang disebut guru. Teknologi itu penting. Pendidikan berkarakter adalah pendidikan dengan sentuhan guru yang berhati dan berjiwa mulia. Seonggok daging yang bernapas yang disebut guru sangat berarti di hadapan siswa. Performance, metode mengajar, dan keikhlasan guru merupakan kelindan yang merajut hasil maksimal.

Baca juga:  Membangun Desa Wisata

Di tengah bencana kemanusiaan yang menyebabkan dunia ranap, perekonomian lumpuh dan pendidikan nyaris kehilangan jiwa karena hanya bersentuhan dengan teknologi. Ketika kondisi seperti ini terjadi, ternyata peran guru sungguh penting untuk menenangkan batin siswa saat pembelajaran dan memang sungguh berat. Belajar di rumah, belajar dengan teknologi memang tidak semulus harapan hanya sebagai retorika saja. Indonesia memang belum bisa menggunakan pembelajaran dengan online secara utuh dan holistik karena masih terkendala jaringan yang masih banyak terganggu, belum lagi dampak kemiskinan.

Belajar konvensional yang memerlukan kehadiran guru tidak bisa dicampakkan begitu saja. Bencana kemanusiaan menyadarkan kita semua bahwa guru dalam proses pendidikan amat penting. Siswa yang menangis untuk bertemu dengan gurunya, ada siswa yang tidak tahan dengan jejalan tugas dari guru lewat dunia maya, dan ada siswa yang sama sekali tidak bisa mengakses internet mungkin karena tidak ada jaringan atau tidak mempunyai HP yang bisa digunakan online. Memang sungguh miris melihat dan mendengar keluhan-keluhan anak-anak kita ketika betul-betul belajar dilakukan di rumah lewat media online. Jeritan anak-anak kurang mampu untuk menyadarkan para pendidik dan stakeholder pemangku pendidikan untuk berbenah sebagai potret dunia pendidikan tidak seindah yang dibayangkan dan tidak segampang yang dipikirkan. Negara Indonesia negara besar yang berkepulauan sehingga membutuhkan pemikiran yang matang dalam menangani pendidikan, karena pendidikan modal dasar membangun SDM Indonesia.

Baca juga:  Zonasi dalam Rasio Murid Guru

Belajar butuh pengakuan, belajar butuh motivasi, belajar butuh sentuhan hati. Teknologi tidak berjiwa tetapi memang canggih dalam membantu pembelajaran dan guru tidak secanggih teknologi, tetapi berjiwa saat berdiri di kelas. Pendidikan (pembelajaran) sungguh merindukan sosok seorang guru berada di tengah-tengah pembelajaran. Konsep belajar di mana saja dan kapan saja adalah program yang bagus tetapi hanya sebagai penopang belajar yang sesungguhnya adalah belajar tatap muka.

Menelisik cerita Bambang Ekalawya yang ditolak oleh Guru Drona sebagai muridnya tetap membuat patung Guru Drona sebagai figur gurunya. Semua itu  menyadarkan dunia pendidikaan bahwa rajutan komunikasi guru-siswa sangat penting. Makna apa yang tersirat di balik cerita tersebut mengindikasikan kemermaknaan sosok guru.

Sentuhan tangan-tangan guru, pandangan mata guru dan terpenting sosok guru di tengah siswa seakan membawa energi pembelajaran yang ber-taksu. Ketika guru hadir di kelas sekalipun diam menunggu aktivitas anak-anak amat bermakna dibandingkan hanya tugas-tugas saja yang menemani anak dalam belajar. Pembelajaran yang berjiwa akan melahirkan pendidikan yang berkarakter. Motivasi seorang guru menjadi bagian efek pengiring dari pembelajaran.

Baca juga:  Tunjangan Guru Honor Dinaikan Menjadi Rp 60 Ribu/Jam

Badai pasti berlalu, tetapi pendidikan tidak bisa berlalu begitu saja karena denyut intelektual suatu bangsa dilihat dari pendidikan sebagai penentu IPM dan SDM suatu negara. Bencana kemanusiaan menyadarkan kepada masyarakat bahwa guru sampai kapan dan di mana pun masih sangat diperlukan. Ketika pendidikan hanya dihadapkan pada teknologi semata, marwah kemanusiaan menjadi hampa. Teknologi penting sebagai penyambung komunikasi yang lebih cepat. Rumah-rumah pendidikan menjadi tidak ber-taksu ketika hubungan guru-siswa hanya dirajut dengan teknologi semata.

Kehadiran dan keberadaan guru dalam proses pembelajaran memang sangat diperlukan di tengah kemajuan iptek. Dan iptek sangat membantu kecepatan administrasi kerja guru. Guru amat penting di mana pun, kapan pun, oleh siapa pun. Teknologi bisa menjadi media mengajarkan ilmu tetapi bukan mendidik. Guru melakukan pendidikan kepada siswa dengan kemajuan teknologi, karena mendidik ada transfer ilmu dan karakter secara simultan. Jangan teknologi memperbudak karakter anak, tetapi pendidikan yang mengarahkan teknologi yang berkarakter.

Penulis, guru SMA Negeri 1 Rendang dan SMK Giri Pendawa

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *