Ida Pandita Mpu Acharya Nanda. (BP/sue)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kita mengenal kalimat ”Taki takining Sewaka Guna Widya” adalah masa nenempuh pendidikan setinggi-tingginya. Masa ini diikuti dengan Semara Wisaya yakni mengenal asmara pada usia 20 tahun.

Ketika berusia 20 sampai 40 tahun kita seakan akan tak mengenal sakit karena stamina sangat optimal. Setelah berumur di atas 40 tahun, kita patut mulat sarira bhawa tubuh kita tidak kuat lagi. Saat itulah penyakit mudah masuk, makanya saat kita kuatlah kita patut berinvestasi.

Ida Pandita Mpu Acharya Nanda setuju kalau ada yang menyebut bahasa krama Bali jarang terkena COVID-19 dengan alasan sering makan rempah-rempah. Namun itu saja belumlah cukup, Ida Pedanda menyarankan seringlah melakukan pranayama karena sangat penting menjaga dan meningkatkan imun tubuh.

Baca juga:  Tekan Penyebaran Covid-19, Polres Gianyar Gelar Operasi Bina Kusuma Agung 2021

Selanjutnya kita harus mampu memgubah paradigma bahwa saat tua tak harus sakit. Jebolan lulusan Unhi Denpasar ini memaparkan ada sejumlah jenis penyakit menurut kitab Weda, namun faktor penyebabnya dua yakni dari dalam diri dan luar diri.

Faktor dalam diri disebut Adi Atmika Wiadi yakni menyangkut faktor material dan.pikiran seperti organ tuhuh rusak dan faktor psikis. Namun, ada sakit sulit disembuhkan akibat watak pembawaan dan karakter.

Baca juga:  Desa Adat di Bali Siap Lawan Izin Lokasi Susi Pudjiastuti

Seperti, akibat mental dan purwa karma yakni karma masa lampau. Mereka ini selalu ingin dihormati dan merasa diri selalu benar. “Mereka ini juga susah melihat orang lain senang padahal kita seharusnya banyak menanam pula kerti atau kebaikan bagi orang lain jika ingin tak sakit di kemudian hari. Sebab sakit bisa muncul ketika kita menuntut orang lain berbuat baik kepada kita.” paparnya.

Baca juga:  BNPT Bagikan Pengalaman Penanggulangan Terorisme

Ia mengatakan siapkan pikiran positif bahwa pandemi COVID-19 pasti berlalu. Bangunlah stabilitas mental untuk menerima kenyataan. “Terimalah bahwa semua orang terdampak ekonomi keluarganya bahkan sampai dirumahkan akibat pandemi COVID-19,” jelasnya.

Jadikan kasus ini proses pembelajaran, ke depan perlu manajemen keuangan keluarga lewat dana darurat. “Mulailah menabung sebagian penghasilan kita untuk tanggap darurat dan sakit di masa mendatang. Jadi, perlunya dana cadangan agar kita tak sampai kelaparan saat situasi sulit,” sarannya. (Sueca/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *