Bendesa Adat Denpasar, A.A. Rai Sudarma. (BP/ara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Keberadaan desa adat di Bali memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung program-program pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakanya. Tidak terkecuali dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang kini sedang melanda semua wilayah bangsa ini.

Peran desa adat sudah terbukti dan teruji mampu memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam penerapan protokol kesehatan sebagaimana yang diamanatkan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Kondisi ini juga disikapi dengan bijak oleh jajaran prajuru Desa Adat Denpasar.

Bendesa Adat Denpasar, A.A.Rai Sudarma yang ditemui di kantornya belum lama ini mengungkapkan sejumlah strategi yang telah dilakukan dalam upaya mewujudkan harapan pemerintah, yakni kemandirian dalam hal ekonomi, kemandirian dalam pembangunan dan kemandirian dalam sumber daya manusia. Berbagai langkah ini disinergikan dengan komponen masyarakat lainnya sehingga bisa berjalan dengan baik, meski di tengah pandemi COVID-19.

Baca juga:  Sinergi Pertanian dan Pariwisata Segera Terwujud, Pergub Sudah di Kemendagri

Dikatakan, Denpasar dalam mengelola pemerintahan adat, berpedoman pada Perda No 4 tahun 2019. Perda ini memiliki makna yang luar biasa, dimana sebagai sistem pemerintahan desa adat sudah menjadi subjek hukum di negara ini. Ini langkah baru sejak republik ini merdeka. Terlebih, keberadaan desa adat di Bali cukup banyak, yakni 1493 desa adat. “Perlu kiranya kita memberi apresiasi atas kinerja Gubernur, karena betul-betul memberikan pilar-pilar penguatan desa adat, melalui piranti lunak, dalam amanatnya membangun Bali dengan konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang berlandaskan Tri hita Karana,” katanya.

Baca juga:  Desa Adat Riang Gede Senantiasa Jaga Kekompakan dan Gotong Royong Krama

Perda ini dinilai sangat strategis bagi kelangsungan desa adat di Bali. Karena itu, sebelum diperdakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi ke banjar-banjar, bahwa perda ini memiliki makna yang luar biasa bagi desa adat.

Apalagi, Denpasar dengan 105 banjar adat cukup heterogen penduduknya. Perda ini menjadi dasar untuk membangun desa adat, untuk mewujudkan kemandirian dalam ekonomi serta kemandirian dalam pembangunan SDM. Terkait dengan filosopi Tri Hita Karana, yakni pembangunan dalam bidang parhyangan, pelemahan, dan pawongan, pelaksanaannya semua bisa berjalan dengan baik.

Baca juga:  Desa Adat Penarungan Miliki Segudang Potensi Pariwisata

Terkait dengan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, pihaknya mengimbau kepada krama Denpasar untuk disiplin menjalankan ketentuan yang telah ada dalam pelaksanaannya. Selalu bergerak sesuai ketentuan, bersinegerri dengan babinkamtibmas, desa dinas, sehingga apa yang menjadi harapan bersama, yakni memutus mata rantai penyebaran COVID-19 bisa dilakukan dengan baik. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *