TOKYO, BALIPOST.com – Jepang mengalami resesinya yang pertama sejak 2015. Dikutip dari AFP, data yang dikeluarkan Senin (18/5) menyebutkan bahwa negara dengan perekonomian ketiga terbesar di dunia ini mengalami pertumbuhan sebesar 0,9 persen pada triwulan I 2020.
Penurunan dalam Gross Domestic Product juga diikuti dengan penurunan sebesar 1,9 persen dibandingkan triwulan IV 2019. Hal ini dikarenakan naiknya pajak dan amukan badai yang melanda Jepang, sebelum adanya karantina wilayah untuk memutus penyebaran COVID-19.
Sebuah negara dianggap mengalami resesi jika selama dua kali triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif. Pakar memprediksi ekonomi Jepang akan menderita lebih buruk lagi karena COVID-19.
“Kami menilai yang terburuk belum terjadi, dengan adanya darurat nasional di Jepang dan efek mematikan pandemi ini di negara-negara barat yang juga berimbas pada ekonomi Jepang,” kata Pengamat Ekonomi SUMi TRUST, Naoya Oshikubo.
Namun, triwulan I 2020 ini sedikit lebih baik hasilnya dibandingkan ramalan ekonom, yang mengharap adanya penurunan sekitar -1,1 persen.
Pengaruh COVID-19 terhadap perekonomian Jepang lebih rendah dibandingkan yang lainnya karena kasus terkonfirmasi positif di negara itu hanya mencapai 16.000 orang dengan 750 kematian.
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe mengumumkan darurat nasional dicabut di hampir semua prefektur, tapi tidak di Tokyo dan Osaka yang merupakan pusat perekonomian negara itu.
Dalam upaya memitigasi kerugian terburuk dari krisis ini, Perdana Menteri Abe, berjanji untuk memberi setiap warga uang tunai sebanyak 100 ribu yen (930 dolar).
Pemberian uang tunai ini merupakan bagian dari stimulus senilai 1 triliun dolar AS untuk melindungi pekerjaan, meningkatkan sektor medis, dan mengurangi beban dari keluarga yang bekerja.
Pariwisata turun sebanyak 90 persen, perdagangan dan industri juga terhenti, dan terjadi penundaan Olimpiade Tokyo 2020 yang diharapkan bisa meningkatkan perekonomian Jepang. (Diah Dewi/balipost)