Ternak Babi (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Harga babi hidup merangkak naik. Babi hidup yang semula harganya Rp 12.000 per kg, saat ini sudah menginjak harga Rp 22.000 – Rp 25.000 per kg. Kenaikan harga ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan akibat banyak babi yang mati. Namun sejak Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) pada Maret 2020, memberikan kontribusi terhadap penurunan kasus kematian pada babi. Terbukti dari Maret hingga Mei, kasus babi mati semakin menurun. Di samping itu, peternak sudah mulai memahami tentang biosekuriti baik melalui disinfeksi maupun pengawasan lalu lintas babi dan sarana lainya.

Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan,Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Dr.drh. IKG.Nata Kesuma, MMA., Sabtu (16/5) mengatakan, secara kumulatif jumlah babi yang mati sampai dengan tanggal 14 Mei 2020 sebanyak 3.510 ekor. Angka ini pun telah divalidasi langsung oleh petugas. “Mungkin masih ada babi yang mati, yang tidak dilaporkan oleh peternak walaupun jumlahnya tidak banyak,” ujarnya.

Baca juga:  Hujan Deras Sebabkan Longsor di Pupuan, Puluhan Babi Mati Tertimbun

Kasus kematian babi ini telah menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak dan menyebabkan anjloknya harga babi hidup di tingkat peternak. Belum pulihnya usaha peternak ditambah lagi dengan adanya kasus pandemi Covid – 19 semakin menambah sulitnya peternak untuk bertahan.

Harga sapronak (sarana produksi peternakan) juga naik dan masyarakat semakin berkurang mengonsumsi babi akibat pembatasan kegiatan masyarakat terutama kegiatan upacara adat yang memerlukan babi dalam jumlah cukup besar.

Baca juga:  Antisipasi Corona, Disinfeksi Kawasan Gilimanuk

Namun demikian, langkah – langkah penanganan kasus oleh pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota didukung oleh asosiasi peternak babi ( GUPBI), telah memberikan hasil. Terbukti dengan penurunan kasus sejak Februari 2020 sebanyak 1.519 ekor, Maret 531 ekor dan April 64 ekor dan dalam bulan Mei berjalan sampai tanggal 14 Mei 2020 sebanyak 7 ekor.

Penurunan kasus menyebabkan kepercayaan peternak mulai tumbuh, dengan mencoba mengisi kembali kandang – kandang yang kosong. Walau kondisi tersebut sangat berisiko tinggi munculnya kembali kasus penyakit babi.

Baca juga:  Mahasiswa Ditangkap, Terima Pasokan Narkoba Senilai Rp 2 Miliar

Di samping itu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali memfasilitasi pengeluaran babi untuk konsumsi daerah DKI, Jabar dan Surabaya juga memberikan pasar yang cukup membantu secara psikologis. (Citta Maya/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *