BANGLI, BALIPOST.com – Anggota DPRD Bangli Made Sudiasa mengaku banyak mendapat keluhan terkait penyaluran bantuan sosial tunai (BST) di Kabupaten Bangli. Bantuan yang disalurkan kementerian sosial itu banyak yang tidak tepat sasaran.
“Ada warga yang tingkat ekonominya tergolong mampu, punya mobil dapat bantuan. Ada juga yang sudah meninggal, keluar namanya sebagai penerima bantuan. Sebaliknya yang semestinya dapat bantuan, malah tidak dapat,” ungkap Sudiasa, Senin (18/5).
Kasus seperti itu banyak terjadi di desa-desa di Kecamatan Tembuku. Sudiasa menilai data yang dijadikan dasar penyaluran BST amburadul. Ada ketidaksesuaian antara ketentuan warga yang seharusnya dapat bantuan dengan fakta di lapangan.
Ia pun menyesalkan ketidaksesuaian data menyebabkan penyaluran BST menuai polemik di masyarakat. Tak hanya itu aparat desa pun jadi bulan-bulanan masyarakat.
Dari penelusurannya yang dilakukannya, data yang dijadikan dasar penyaluran BST semuanya turun dari pusat. Desa sebenarnya sudah berusaha melakukan perubahn-perubahan data terkait siapa yang seharusnya mendapatkan bantuan, namun tidak pernah dilakukan update data. “Ini jadi persoalan serius di desa-desa. Kepala desa, aparat desa menjadi sasaran caci maki masyarakat yang tidak paham dengan mekanisme keluarnya bantuan social tunai itu,” katanya.
Terkait persoalan itu, anggota dewan asal Desa Undisan, Tembuku itu pun meminta pemerintah bertanggungjawab. “Sekarang harus ada yang bertanggungjawab kaitannya dengan ini. Apakah dari Dinas social Kabupaten ataukah kemensos yang harus bertanggungjawab. Jangan sampai ada persoalan seperti ini tidak ada yang bertanggungjawab,” kata Sudiasa.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bangli I Wayan Karmawan menjelaskan BST disalurkan pemerintah bertujuan untuk membantu meringankan beban masyarakat yang terdampak wabah Covid-19. Nilai bantuan yang diberikan Rp 600 ribu per bulan. Bantuan diberikan selama tiga bulan melalui Pos dan ada juga melalui Bank.
Dalam penyaluran BST, pemerintah pusat mengacu pada data terpadu kesejahteraan social (DTKS). Karena data itu sudah lama tidak diupdate, menurut Karmawan tidak menutup kemungkinan ada ketidaksesuaian soal KK miskin yang ada. “Bisa jadi ada KK miskin yang sekarang sudah mapan, dan lain sebagainya,” terangnya.
Terkait hal itu, pihaknya mengaku sudah meminta desa-desa untuk mengupdate DTKS. Perbaikan data itu, kata dia bukan untk kepentingan penyaluran BST saat ini, tapi untuk kedepannya. “Perbaikan DTKS dilakukan desa melalui musdes/muskel,” terangnya. (Dayu Rina/Balipost)