Dewan dan TAPD Bahas Potensi Pendapatan Daerah dalam rapat koordinasi, Senin (18/5). (BP/Bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 telah berlangsung sejak Maret dan telah menyebakan perekonomian terpuruk. Bukan hanya masyarakat yang terdampak langsung, pemerintah juga ikut terdampak karena minimnya pemasukan.

Hal ini menjadi perhatian Komisi III DPRD Tabanan dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan menggelar rapat koordinasi di ruang rapat pleno DPRD Tabanan, Senin (18/5). Salah satu langkah yang diambil dengan melonggarkan pembatasan yang telah dilakukan

Dalam rapat yang dipimpin langsung Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga bersama jajaran komisi III, membahas solusi dari persiapan ekonomi yang kini dihadapi daerah dengan minimnya pendapatan serta melemahnya ekonomi masyarakat. Hal ini menyebabkan banyak kegiatan tidak bisa dilaksanakan karena anggaran terfokus untuk penanganan Covid-19.

Sementara dari sisi pendapatan, belum tergarap sehinga realisasi pendapatan sangat sulit untuk dicapai. “Saya lihat eksekutif kurang greget dalam menggenjot potensi pendapatan daerah yang masih bisa digarap di masa pendemi Covid-19 ini,” katanya.

Padahal menurut Dirga , banyak potensi yang masih bisa digarap menjadi potensi pendapatan daerah seperti BPHTB, PBB serta potensi lainnya. Potensi-potensi tersebut harus digarap maksimal sehingga ada pendapatan daerah.

Baca juga:  Layanan 5G Telkomsel Dukung Bedah Telerobotik Denpasar-Jakarta

Apalagi ada rencana penudaan pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat sehingga akan memperparah posisi keuangan daerah. “Ini harus segera dicarikan solusi, karena Pemkab tidak boleh bangkrut dan ekonomi masyarakat bangkit,” jelasnya.

Hal lain yang juga menjadi perhatian ketua dewan I Made Dirga soal lalu lintas orang untuk kegiatan ekonomi akibat pembatan yang terlalu ketat dari desa adat yang melarang orang luar masuk. Dia mencotohkan buruh bangunan tidak boleh masuk.

Begitupun dengan tukang tebas padi juga tidak boleh masuk. Sementara warga setempat tidak mampu mengerjakan. “Hal ini harus dievaluasi bersama, pembatasan seperti ini tidak boleh terjadi,” sergahnya.

Ketua komisi III DPRD Tabanan AA Nyoman Dharma Putra memaklumi kesulitan eksekutif untuk menggali pendapatan. Namun menurut dia ekskutif terutama lembaga penghasil harus tetap berbuat sesuatu agar pemerintah tidak semakin terpuruk.

Cari solusi, harus ada Langkah terobosan dari OPD penghasil, seperti potensi retribusi pasar, parkir, begitupun dengan BPHTB dan PBB. “Semua OPD penghasil harus melakukan terobosan, terutama Bakeuda harus inovatif dan tidak boleh diam. Banyak potensi yang masih bisa digenjot,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Bapelitbang IB Wiratmaja mewakili eksekutif menjelaskan situasi yang berkembang saat ini. Diakui, dengan adanya pandemi COVID-19 yang tidak jelas kapan berakhirnya, dipatikan pendapatan daerah juga turun.

Baca juga:  Ubud Royal Weekend Kupas Kearifan Lokal Ubud, Lontar Pemada Samara

Perlu adanya penyesusian potensi pendapatan daerah. Pemkab harus berani mengambil kebijakan strategis, tidak biasa dan kemungkinan bertentangan dengan kebijakan kabupaten/kota lainnya. “Masyarakat harus mampu menciptakan uang sehingga ekonomi bergerak,” sebutnya.

Dijelaskan, beberapa Langkah yang bisa diambil seperti melonggarkan pembatasan kegiatan masyarakat terutama di bidang ekonomi. Dicontohkan jam bukan pasar tradisional yang saat ini sangat pendek.

Dengan demikian masyarakat tidak mendapatkan hasil yang maksimal karena pedeknya waktu berjualan atau bertransaksi. Ini menyebakan pemerintah sulit untuk memungut retribusi kepada para pedagang.

Begitu juga dengan parkir kendaraan tidak dipungut. “Dengan waktu berjualan yang terbatas , bagaiaman mungkin membayar retribusi dan termasuk membayar parkir?” tanyanya.

Untuk itu, pihaknya mengusulkan agar jam buka dan tutup pasar tradisional diperpanjang. Begitu juga dengan pasar modern, pasar senggol dan pedagang kaki lima. Dengan demikian ekonomi masyarakat lebih menggeliat dan masyarakat memiliki uang.

Hal ini bisa berimbas pada pendapatan daerah. Pasalnya retribusi pasar bisa dipungut, parkir bisa dipungut. Begitupun masyarakat tidak lagi keberatan atau meminta keringanan untuk pembayaran PBB serta kewajiban lainnya. “Kuncinya, masyarakat harus mampu menciptakan uang dengan melonggarkan beberapa pebatasan yang selama ini diberlakukan. Hanya saja yang harus diawasi protokol kesehatan sehingga tidak terjadi kerumunan, harus memakai masker, tidak boleh ada yang makan ditempat serta ada tempat cuci tangan,” usulnya.

Baca juga:  BNNP Telusuri Korban PHK Terlibat Sindikat Narkoba, Ini Hasilnya

Dengan adanya pelonggaran tersebut, mengurangi terjadinya PHK. Karena dengan pembatasan jam buka toko modern, justru sekitar 95 pegawai yang dirumahkan warga lokal Bali khususnya Tabanan.

Hal ini juga dapat dan menghidupkan ekonomi masyarakat, termasuk melonggarkan pembatasan lalu lintas orang terutama untuk lokal Tabanan. Seperti tukang tebas padi, buruh bangunan serta lainnya.

Hal lain yang juga didorong yakni sektor pertanian. Karena sekitar 57 persen usia produktif masyarakat Tabanan berprofesi sebagai petani.

Pemerintah harus menjamin saprodi seperti bibit, pupuk serta kebutuhan lainnya sehingga masyarakat petani bisa menanam. Gus Wiratmaja memastikan sektor pertanian tidak terlalu berpengaruh signifikan akibat COVID-19 ini. “Karena hasil pertanian dibutuhkan, dan pasti dicari masyarakat. seperti beras, dan lainnya,” sebutnya lagi. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *