Oleh: I Nyoman Sucipta
Wabah virus Corona atau COVID-19 ini tidak boleh membuat aktivitas berhenti. Melalui mengoptimalkan pendidikan, generasi milenial meningkatkan produktivitasnya.
Pendidikan atau mendidik adalah proses memanusiakan manusia, dengan segala potensi dan keterbatasannya. Salah satu upaya penting yang dilakukan untuk membekali generasi milenial dalam memecahkan masalah pada pascapandemi COVID-19 nanti adalah dengan mengembangkan soft skills dan life skills.
Program pengembangan soft skills dan life skills bertujuan agar generasi milenial memiliki keseimbangan kemampuan akademik, kemampuan bersikap dan berperilaku dalam berkarya dan selanjutnya dalam jangka panjang diharapkan akan terwujud sumber daya manusia terdidik yang berkualitas. Pelaksanaan pengembangan soft skills dan life skills bagi generasi milenial harus dapat dilakukan secara terarah sesuai dengan target capaian yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu, serta tetap sensitif terhadap perubahan-perubahan kebutuhan pengguna dan pengaruh lingkungan strategis di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Manfaat bagi generasi milenial adalah mereka terlatih untuk mengembangkan soft skills dan life skills-nya, sehingga mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, berkomunikasi, bekerja sama, tanggung jawab dan lainnya, sehingga mempunyai kecakapan hidup yang dapat digunakan dalam dunia kerja dan hidup bermasyarakat.
Dalam konteks pembelajaran dikenal ada beragam jenis keterampilan yang soft skills dan life skills. Life skills adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Menurut Kent Davis (2000), kecakapan hidup adalah manual pribadi bagi tubuh seseorang.
Kecakapan ini membantu generasi milenial belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya. Kecakapan hidup dibagi menjadi empat jenis, yaitu kecakapan personal mencakup kecakapan mengenal diri dan kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat, dan warga negara serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Kecakapan berpikir rasional mencakup, kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif. Kecakapan sosial (interpersonal skills) mencakup komunikasi dengan empati (sikap penuh pengertian dan komunikasi dua arah) dan kecakapan bekerja sama.
Kecakapan akademik adalah kemampuan berpikir ilmiah. Kecakapan vokasional disebut kecakapan kejuruan, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu di masyarakat.
Menurut Satori (2002), life skills meliputi tiga keterampilan utama yaitu: (1) Keterampilan dasar yaitu keterampilan berkomunikasi lisan, membaca, penguasaan dasar-dasar berhitung, keterampilan menulis. (2) Keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu keterampilan pemecahan masalah, keterampilan belajar, keterampilan berpikir kreatif dan inovatif, keterampilan membuat keputusan. (3) Karakter dan keterampilan afektif yaitu tanggung jawab, sikap positif terhadap pekerjaan, jujur, hati-hati, teliti dan efisien, hubungan antarpribadi, kerja sama dan bekerja dalam tim, percaya diri dan memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, penyesuaian diri dan fleksibel, penuh antusias dan motivasi, mampu bekerja mandiri tanpa pengawasan orang lain.
Soft skills adalah hal yang bersifat halus dan meliputi keterampilan psikologis, emosional dan spiritual. Menurut Kresna, soft skills merupakan hal penting selain dari ilmu pengetahuan yang dipelajari otak. Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki hard skill tetapi juga piawai dalam aspek soft skill-nya.
Pengembangan soft skill memilik tiga tahap penting. Pertama, hard work (kerja keras). Untuk memaksimalkan suatu kerja tentu butuh upaya kerja keras dari diri sendiri maupun lingkungan. Hanya dengan kerja keras, orang akan mampu mengubah garis hidupnya sendiri. Melalui pendidikan yang terencana, terarah dan didukung pengalaman belajar, siswa akan memiliki daya tahan dan semangat hidup bekerja keras.
Etos kerja keras perlu dikenalkan sejak dini di sekolah melalui berbagai kegiatan intra maupun ekstrakurikuler di sekolah. Siswa dengan tantangan ke depan yang lebih berat tentu harus mempersiapkan diri sedini mungkain melalui pelatihan melakukan kerja praktik sendiri ataupun kelompok.
Kedua, kemandirian. Ciri siswa mandiri adalah responsif, percaya diri dan berinisiatif. Responsif berarti siswa tanggap terhadap persoalan diri dan lingkungan. Sebagai contoh bagaimana siswa tanggap terhadap krisis global warming dengan kampanye hijaukan sekolahku dan gerakan bersepeda tanpa motor.
Secara garis besar soft skills bisa digolongkan ke dalam dua kategori: intrapersonal dan interpersonal skills. Intrapersonal skills mencakup: (1) Self awareness (kesadaran diri), self confident (percaya diri), self assessment (penilaian diri), trait & preference (berkarakter dan preferensi), emotional awareness (kesadaran emosional). (2) Self skill (keterampilan diri), improvement (kemajuan/perbaikan), self control (kontrol diri), trust (percaya), worthiness (bernilai), time/source management (manajemen Waktu/sumber), proactivity (proaktif), conscience (hati nurani). Sedangkan interpersonal skill mencakup: (1) Social awareness (kesadaran sosial), political awareness (kesadaran politik), developing others (mengembangkan orang lain), leveraging diversity (pengaruh yang berbeda), service orientation ( berorientasi pada pelayanan), emphaty (empati). (2) Social skill (keterampilan sosial), leadership (kepemimpinan), influence (pengaruh), communication (komunikasi), conflict management (manajemen konflik), cooperation (kooperatif), team work dan synergy.
Penerapan soft skills pada pascapandemi COVID-19 nanti dapat dilakukan dalam banyak hal. Salah satunya adalah dalam pekerjaan, penerapannya dalam pekerjaan terdiri dari dua keterampilan penting yaitu keterampilan mengelola manusia dan keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan.
Keterampilan mengelola tugas atau pekerjaan lebih berdimensi pada multi-intelegensi manusia karena untuk menyelesaikan tugas manusia harus mengombinasikan beberapa keahliannya. Sedangkan keterampilan mengelola manusia lebih berdimensi secara psikologis, di mana seseorang harus mampu mengelola dirinya sendiri (self management) terlebih dahulu sebelum dapat mengelola manusia yang lain.
Penulis, Guru Besar Prodi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Unud