NEGARA, BALIPOST.com – Kurang adanya keterbukaan dana di Desa Adat Penyaringan menuai pertanyaan krama desa setempat. Dana druwen desa yang dimiliki desa sejak beberapa tahun lalu di nilai tidak jelas penggunaannya. Yang miris adalah Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen (BKSP) dari Pemerintah Pusat yang dikhususkan untuk penyandang disabilitas ini sejak beberapa tahun ini tidak dirasakan oleh para penerima.
Dari informasi, bantuan dana itu digelontorkan untuk desa pakraman beberapa tahun lalu hampir bersamaan dengan CBD dari Bank Dunia. Nilainya sebesar Rp 35 juta yang secara juknis diperuntukkan untuk bantuan sosial kemanusiaan dan dikhususkan lagi ke krama disabilitas di desa setempat. Namun, dari informasi dana bantuan itu tidak diperuntukkan langsung ke penyandang disabilitas. Melainkan diputar untuk pinjaman. Hasil dari bunga pinjaman itu nantinya baru diperuntukkan untuk penyandang disabilitas. Berupa sembako atau yang lainnya.
“Faktanya sampai sekarang dana itu tidak sampai ke penyandang cacat. Kami ingin keterbukaan dimana sebenarnya dana itu sekarang. Ini menyangkut hak warga yang benar -benar tidak mampu, bukan hanya KK miskin tapi warga disabilitas,” ujar Ketut Suyastra, salah seorang krama desa Adat Penyaringan, Rabu (20/5) lalu.
Apalagi di saat penanganan Covid-19 saat ini, bantuan tersebut sangat dibutuhkan bagi krama yang tak mampu. Termasuk penyandang disabilitas itu. “Jangankan sekarang di masa Covid-19 ini, sebelumnya saja saat situasi normal sudah tidak berdaya (penyandang disabilitas). Kami ingin keterbukaan kemana dana bantuan itu? ” tambahnya didampingi krama lainnya.
Desa Adat diharapkan bisa menjelaskan kemana dana bantuan Rp 35 juta itu. Dan bila perlu Inspektorat Kabupaten Jembrana ikut menelusuri dana di desa Adat itu. Sebab, sesuai dengan Pasal 90 dan 91 Perda Provinsi Bali nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat, Inspektorat ikut melakukan pengawasan secara umum pada Desa Adat termasuk mengenai dana bantuan. “Kami harapkan ini bisa ditelusuri dan jelas dana bantuan itu kemana. Kita sudah sering menanyakan ini tetapi jawabannya selalu nanti, ” katanya.
Bendesa Penyaringan, I Made Wenia dikonfirmasi mengaku belum mengetahui adanya salah satu dana druwen desa adat tersebut. Tetapi pihaknya sudah membentuk tim untuk penelusuran dana-dana bantuan beberapa tahun itu, termasuk CBD senilai Rp 100 juta. “Kalau dana itu (BPSP) kami belum tahu. Tapi untuk CBD kita sudah menelusuri banyak di antaranya yang meninggal dan tidak bisa mengembalikan. Sisanya masih sekitar Rp 14 juta dan kita taruh di LPD,” terangnya. Namun, Bendesa yang baru menjabat ini mengaku akan menelusuri dana itu juga.
Sementara itu, Putu Soma, mantan pengelola dana BPSP mengaku sejak menjadi pengurus 2012 lalu memang sempat berjalan dan di awal Rp 35 juta. Menurutnya dana permanen itu sempat berjalan ketika dikelolanya digunakan untuk pinjaman. Sempat juga bunga yang dihasilkan dari pinjaman itu dibagikan untuk penerima penyandang disabilitas berupa sembako. Tetapi sejak tahun 2017 dan dirinya juga sudah berhenti menjadi pengurus, dana itu memang sempat vakum (Suraya Dharma/Balipost)