DENPASAR, BALIPOST.com – Wisatawan mancanegara selama ini lebih banyak tertarik dengan keunikan budaya Bali. Akan tetapi, budaya Bali yang didalamnya mencakup tari-tarian dan seni pertunjukan lainnya tidak mungkin ditampilkan dengan adanya pandemi COVID-19.
Menurut Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dalam siaran pers Pemprov Bali, Rabu (27/5), Bali akan mengedepankan hal lain di era baru pariwisata ini. “Untuk itu, Pemprov Bali akan mengacu pada option kedua yaitu mengedepankan daya tarik alam. Di dalam alam juga terdapat nilai khazanah budaya yang dapat menarik hati para wisatawan,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Cok Ace ini mengatakan daya tarik wisata Bali selama ini memang 65 persen adalah budaya. Kemudian alam sebesar 30 persen dan wisata buatan 5 persen.
Nilai budaya Bali yang menjiwai daya tarik lainnya masih relevan untuk dikembangkan. “Untuk itu mari kita jadikan alam Bali sebagai daya tarik pariwisata Bali. Mari kita back to nature, memadukan nilai kearifan lokal dengan protokol kesehatan,” jelas Ketua PHRI Bali ini.
Saat ini, kata Cok Ace, Bali masih harus mewaspadai kasus transmisi lokal COVID-19. Oleh karena itu, masyarakat diimbau agar selalu menerapkan protokol kesehatan dalam pencegahan penularan virus.
Kerjasama masyarakat juga diharapkan untuk mematuhi semua peraturan yang ada sehingga penularan virus ini dapat ditekan hingga zero case. “Saat ini Pemprov Bali juga telah memikirkan dan mengkaji bagaimana langkah menghidupkan kembali pariwisata Bali pasca COVID-19 ini,” imbuhnya.
Menurut Cok Ace, SOP yang berfokus pada kesehatan, kebersihan dan keamanan tengah dirancang secara detail. Jika pemerintah pusat nantinya mengijinkan Bali kembali dibuka sebagai destinasi pariwisata, maka Pemprov Bali tidak akan membuka semua tempat-tempat wisata yang ada. Melainkan secara bertahap terlebih dahulu, dengan selalu mengevaluasi efektivitas protokol kesehatan yang diterapkan.
“Hal ini dilakukan agar wisatawan yang datang ke Bali merasa aman dan nyaman dan kembali lagi ke negaranya dengan aman dan nyaman. Hal ini juga dilakukan untuk menjaga citra Bali sebagai tujuan favorite pariwisata dunia,” jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Dr. Achmad Yurianto mengatakan, kasus positif COVID-19 di Indonesia masih fluktuatif dan belum dapat ditarik kesimpulan kurva kasus sudah melandai. Puncak pandemi diperkirakan akan terjadi pada bulan Juni dan akan mulai berakhir pada bulan Agustus.
Terkait wacana pembukaan pariwisata di beberapa daerah, menurutnya harus diawali dengan penyusunan SOP atau protokol kesehatan yang sangat tepat dan terperinci. “Protokol di tempat satu dengan lainnya tidak bisa disamakan. Sebagai contoh protokol kesehatan detail di pasar tidak bisa disamakan dengan protokol di sekolah,” ujarnya.
Achmad Yurianto meminta daerah agar fokus dan serius dalam penyusunan SOP dimaksud. Selain itu, melakukan sosialisasi masif kepada masyarakat dan para wisatawan sehingga pembukaan pariwisata dapat berjalan dengan aman dan sehat. (Rindra Devita/balipost)