Cokorda Gede Bayu Putra. (BP/Istimewa)

Oleh: Cokorda Gde Bayu Putra

Sejak virus Corona atau Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi, dunia kolaps. Hampir seluruh negara berjuang tidak saja melawan dampak penyakit yang ditimbulkan, namun juga dampak ekonomi yang memengaruhi stabilitas keuangan. Di Indonesia, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam kurun waktu tiga bulan terakhir dipaksa fokus pada penanganan Covid-19.

Turunnya pendapatan negara dan pendapatan daerah menyebabkan berbagai program pembangunan terancam tidak terealisasi. Di Bali, sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung pembangunan daerah Bali juga terdampak.

Berbagai akomodasi hotel, restoran, objek wisata dan pusat perbelanjaan ditutup untuk sementara waktu. Sektor-sektor lain seperti pertanian dan perikanan yang dahulu bergeliat seiring dengan perkembangan sektor pariwisata di Bali juga ikut berpengaruh, karena sebagian hasil produksinya tidak lagi dikonsumsi hotel dan restoran.

Lesunya pariwisata Bali tidak saja berpengaruh terhadap pekerja di bidang pariwisata, namun juga berdampak pada sopir-sopir lokal yang kecipratan upah harian dari kunjungan wisatawan. Maka tak mengherankan banyak masyarakat lalu berteriak sembako.

Di tengah situasi sulit dan tak menentu tersebut, maka keberadaan organisasi yayasan sebagai entitas nirlaba sangat vital peranannya untuk melaksanakan misi sosial dan kemanusiaan. Di beberapa media cetak dan elektronik banyak dijumpai beberapa iklan donasi peduli kasih yang dikumpulkan oleh masyarakat (pemberi dana) melalui rekening yayasan.

Baca juga:  Pelajaran dari Polusi Jakarta

Dalam situasi keprihatinan yang mendalam tersebut tentu patut juga dibarengi dengan kesadaran yayasan itu sendiri dalam menerapkan akuntabilitas dari kegiatan yang dijalankan. Akuntabilitas dimaknai sebagai bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh individu dan organisasi kepada publik atas capaian keberhasilan atau ketidakberhasilan sebuah kegiatan.

Akuntabilitas merupakan salah satu asas dari penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang meliputi transparasi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness (kewajaran). Lebih lanjut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2008 merilis penerapan Good Public Governance (GPG) yang pada prinsipnya mengatur pedoman yang digunakan dalam menerapkan praktik good governance pada sektor publik.

Dalam lima asas penerapan GPG tersebut, kembali akuntabilitas dipandang penting selain asas-asas lainnya seperti demokrasi, transparansi, budaya hukum serta kewajaran dan kesetaraan. Yayasan sebagai salah satu bentuk organisasi nirlaba atau belakangan banyak muncul dengan istilah ‘’nonlaba’’ dibentuk berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang diubah kemudian menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Kehadiran undang-undang tersebut memastikan bahwa terdapat jaminan kepastian dan ketertiban hukum sehingga yayasan selalu mengedepankan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat.

Dalam menjalankan kegiatan organisasinya, pengurus tidak menjadi satu-satunya dalam organ yayasan, karena undang-undang memberikan ruang bagi pembina dan pengawas memainkan perannya dalam menjaga terciptanya penerapan tata kelola yang transparan dan akuntabel. Pembina yayasan wajib melaksanakan penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan dan melakukan pengesahan program kerja serta rancangan anggaran tahunan yayasan yang dibuat oleh pengurus.

Baca juga:  Kemenparekraf RI Antusias Pulihkan Pariwisata Nusa Penida

Di sisi lain, pengurus juga memiliki kewajiban untuk membuat dan menyimpan dokumen keuangan yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan. Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku yayasan ditutup, pengurus juga diwajibkan menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat tentang laporan keadaan dan kegiatan yayasan serta hasil yang telah dicapai serta laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi di Indonesia.

Berangkat dari kewajiban penyusunan dua laporan tersebut, maka yayasan secara tidak langsung dipaksa untuk senantiasa mengungkap dan menerapkan praktik akuntabilitas dalam pengelolaannya. Akuntabilitas tidak saja berkaitan dengan pelaporan keuangan, namun juga bersentuhan dengan pertanggungjawaban atas keterbukaan capaian aktivitas yang telah dijalankan.

Keterbukaan atas pertanggungjawaban aktivitas yang dijalankan lebih menjelaskan pada ‘’Akuntabilitas Proses’’, sedangkan pertanggungjawaban pelaporan lebih menekankan pada ‘’Akuntabilitas Keuangan’’. Semarak pemberian dana punia, sumbangan tunai maupun sumbangan barang dalam bentuk sembako di tengah pandemi COVID-19 ini tentu wajib dijawab dengan memberikan akses keterbukaan publik bagi masyarakat untuk mengetahui tentang proses pemberian sumbangan, besaran sumbangan dan siapa saja para pihak yang memberikan sumbangan tersebut.

Baca juga:  Karena Ini, Para Guru di Badung Dites Swab

Yayasan dituntut terampil mencatat sumber dan penggunaan dana serta kreatif dalam mendokumentasikan segala bentuk aktivitas yang dijalankan. Peran media sosial yang belakangan sedang tren digemari khalayak kiranya dapat dijadikan alat publikasi bagi yayasan untuk menyajikan informasi aktivitas-aktivitas yang dijalankan.

Berkenaan dengan akuntabilitas keuangan, peran laporan keuangan sebagai alat pertanggungjawaban sangatlah penting guna menjawab pertanyaan publik akan transparansi dan akuntabilitas organisasi. Undang-undang tentang Yayasan menjelaskan bahwa ikhtisar laporan keuangan yayasan dapat diumumkan pada papan pengumuman di kantor yayasan atau pada surat kabar harian berbahasa Indonesia khusus bagi yayasan yang memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) atau bagi yayasan yang mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.

Selain itu, untuk lebih memastikan kualitas dari akuntabilitas keuangan yang dilakukan oleh yayasan, maka yayasan dapat menggunakan jasa kantor akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangan yayasan, sehingga dapat dinilai kewajaran dari penyajian laporan keuangan.

Penulis, Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis dan Pariwisata Universitas Hindu Indonesia

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *