DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi dengan hakim anggota Miptahul dan Sumali, Kamis (28/5) menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun pada terdakwa kasus korupsi, Komang Agus Putrajaya. Dalam sidang di PN Denpasar, pidana penjara yang dijatuhkan hakim pada terdakwa hampir sama dengan tuntutan jaksa. Bedanya hanya di subsider.
Selain dipidana 3 tahun, terdakwa dihukum denda Rp 50 juta, subsider empat bulan dan uang pengganti Rp 548.500.000, subsider 1 tahun. Atas vonis itu, baik jaksa maupun terdakwa masih menyatakan pikir-pikir.
Jaksa penuntut umum (JPU) AA Gede Lee Wisnhu Diputera, sebelumnya menuntut Komang Agus Putrajaya, selaku mantan Ketua LPD Gerokgak, dengan pidana penjara selama tiga tahun. Dalam sidang secara virtual itu, jaksa dari Kejati Bali itu mengatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan bersalah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, Jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
Selain dipidana tiga tahun, terdakwa asal Banjar Dinas Pucak Sari, Desa Gerokgak, Buleleng itu, juga dituntut pidana denda Rp 50 juta. Selain itu juga membayar uang pengganti sebesar Rp 548.500.000., sebagai pengganti kerugian keuangan negara untuk disetor ke kas negara cq kas LPD Gerokgak.
Jika tidak dibayar selama satu bulan setelah kasus ini mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta harta bendanya dapat disita untuk dilelang. Dalam hal harta benda tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan.
Terkuaknya kasus ini mulai tahun 2015, di mana saat Hari Raya Galungan dan Kuningan, serta hari raya lain, masyarakat secara besar-besaran ingin menarik uangnya di LPD. Namun tidak bisa dilakukan karena kas kosong. Dan setelah ditelisik ada dugaan bahwa dana itu digunakan secara pribadi oleh terdakwa.
Polanya adalah pengajuan kredit secara tidak wajar dan juga memakai nama orang lain dan juga cas bon dan dialihkan sebagai kredit fiktif. Atas dugaan melakukan tindak pidana kredit fiktif nasabah sejak tahun 2008 sampai 2015, nilai kerugian dalam perkara ini mencapai Rp 1,264 miliar. (Miasa/balipost)