DENPASAR, BALIPOST.com – Desa Adat Dukuh Penaban, Kabupaten Karangasem, merupakan salah satu desa adat di Bali yang memiliki potensi adat, tradisi, budaya dan kearifan lokal yang khas dan unik dalam mendukung era baru pariwisata Bali ke depan. Bahkan, potensi-potensi yang dimiliki tersebut, saat ini sedang dikembangkan untuk menyambut era baru pariwisata Bali pasca pandemi Covid-19. Salah satunya adalah pengembangan desa wisata.
Bendesa Adat Dukuh Penaban, I Nengah Suarya, mengatakan di tengah Pandemi Covid-19, pihaknya tengah mempersiapkan untuk pengembangan desa wisata. Pasalnya, Desa Adat Dukuh Penaban memiliki tradisi unik yang tidak dimiliki oleh desa Adat lainnya. Salah satunya, yaitu tradisi ngelawar Don (daun) Jepun atau yang dikenal dengan “Nyaud”. Tradisi Nyaud ini biasanya dilakukan pada saat upacara keagamaan, khusus di Pura Pusat. Dimana, pada saat upacara Aci digelar, krama Desa Adat Dukuh Penaban disuguhkan dengan Lawar Don Jepun.
Tradisi ini merupakan warisan leluhur, dan digaungkan kembali sejak tahun 2017. Tujuannya, agar para generasi muda mengetahui dan ikut melestarikan tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka. “Tradisi ini akan kami perkenalkan kepada wisatawan yang berkunjung ke desa adat kami setelah nantinya pendemi Covid-19 ini berlalu,”tandas I Nengah Suarya pada Sosialisasi Nangun Sat Kerthi Loka Bali Menuju Era Baru di Bali TV, Selasa (2/6).
Selain itu, Desa Adat Dukuh Penaban juga memiliki tarian sakral yaitu, Tari Kupu-Kupu Kuning yang memiliki nilai perjuangan kerajaan Karangasem terdahulu. Magisnya, pada saat dipentaskan pada upacara keagamaan, tarian ini dipercaya bisa mendatangkan Kupu-Kupu dari perbukitan terbang ke tempat pementasan. Menariknya, tarian ini ditarikan oleh oleh 12 orang laki-laki yang menggunakan aksesoris kipas dan keris.
Di samping itu, Desa Adat Dukuh Penaban juga memiliki tari sakral “Cang Long Leng” yang merupakan tarian Ida Sesunan Bhatara Gede Ngurah Sakti yang khas dengan atribut poleng. Tarian ini dipercaya bisa mengusir wabah penyakit yang pernah melanda masyarakat Desa Adat Dukuh Penaban. Pada saat pandemi Covid-19 ini, dikatakan Tari Cang Long Leng ini ingin dipentaskan, namun dari hasil kesepakatan bersama tarian ini tidak dipentaskan, karena ada himbauan physical distancing dari pemerintah.
Tidak hanya keunikan dari segi tradisi dan budaya, saat ini Desa Adat Dukuh Penaban juga sedang membangun dan mengembangkan Museum Pustaka Lontar yang koleksi lontarnya berasal dari masyarakat Desa Adat Dukuh Penaban sendiri. Misi dari Museum Pustaka Lontar ini adalah pelestarian, bukan profit oriented. Namun, dalam perjalannya museum ini mendatangkan hasil karena sebagi menunjang desa wisata Desa Adat Dukuh Penaban.
Bahkan, per 31 Desember 2019 Museum ini telah dikunjungi wisatawan sebanyak 9.763 orang. Dimana pada tahun sebelumnya hanya dikunjungi 3.500 wisatawan saja. Museum ini telah memiliki 315 koleksi yang sudah teregistrasi dan terkonservasi, dan masih banyak lontar-lontar yang dimiliki masyarakat Desa Adat yang belum teregistrasi dan terkonservasi.
“Membangun Museum Pustaka Lontar ini merupakan wujud nyata kami dalam mendukung program pemerintah Provinsi Bali untuk mewujudkan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Walaupun museum kami baru berumur 2 tahun, tetapi ini sebuah wujud untuk menyelaraskan visi misi gubernur kita berkaitan dengan desa adat, terlebih sekarang desa adat diberikan suport anggaran, bagi kami tentu ini menjadi power untuk menyemangati krama Desa Adat dalam menggali kembali tradisi-tradisi yang dimiliki masing-masing desa adat di Bali,”tandasnya.
Sementara itu, dari segi pertanian, Desa Adat Dukuh Penaban juga memiliki luas lahan pertanian 31,30 Hektar. Dimana, 10 hektarnya merupakan lahan tegalan yang dijadikan perkebunan pohon Durian. Sisanya lahan basah yang dimanfaatkan untuk menanam padi.
Kadis Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa, mengatakan menyambut era baru pariwisata pihaknya telah melakukan berbagai persiapan yang bersinergi dengan berbagai OPD terkait yang disebut dengan protokol tatanan kehidupan era baru. Protokol ini sangat penting dilakukan, karena tatanan interaksi sosial di masyarakat akan terjadi paradigma baru, yaitu kita harus bersahabat dan “berdamai” dengan virus corona. Sebab, virus corona tidak mungkin hilang dalam waktu dekat.
Oleh karena itu, protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, menjaga jarak (physical distancing), mencuci tangan dan PHBS harus tetap dikedepankan. “Protokol tatanan kehidupan di bidang pariwisata juga akan kita terapkan, bagaimana kita saling bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas dalam dunia pariwisata, sehingga penyebaran Covid-19 bisa diputus dengan standar-standar protokol kesehatan,”pungkasnya. (Winata/Balipost)