GIANYAR, BALIPOST.com – Pandemi Covid -19 telah menghentikan sejumlah aktivitas pariwisata. Kondisi ini tidak membuat para pelaku pariwisata berpangku tangan. Seperti yang dilakukan para pemandu wisata Hidden Canyon Beji Guwang, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Minggu (7/6). Para pemandu ini membuat berbagai desain pot anggrek berbahan serabut kelapa.
Salah satu pemandu, Made Liying, mengaku hanya berupaya berinovasi di tengah kondisi pandemi ini. Apalagi sebagai pekerja pariwisata, sudah beberapa bulan tidak beraktivitas. “Kami mencoba beraktivitas, karena sudah tidak ada pekerjaan,” katanya.
Sebelumnya mereka berprofesi sebagai pemandu di objek Wisata Hidden Canyon, Desa Guwang. Karena objek wisata tutup, mereka kehilangan pendapatan. Hingga kini mereka telah dirumahkan 2,5 bulan lebih. Bahkan, ia menjual sepeda motor untuk bisa menghidupi keluarganya. Ditengah kondisi itu, ia pun terbesit ide membuat kerajinan ini. “Saya coba membuat pot berbahan kelapa, hasilnya cukup unik, ” katanya.
Ia mengaku awalnya membuat kerajinan dari serabu kelapa ini hanya untuk mengisi waktu luang, kemudian hasilnya digantung sebagai hiasan. Beberapa hari lalu seorang anggota dewan memintanya membuatkan pot anggrek berbahan serabut kelapa dengan disain unik tersebut. “Awalnya kami dipesan 10 pot anggrek oleh pak Parta, diminta agar bentuknya unik dan lucu, akhirnya dibuat seperti ini,” katanya.
Dibantu pemasaran melalui media sosial, pot anggrek yang dibuat tersebut mulai ada pesanan via WA. Harga yang dipatok untuk satu pot tergantung rumit permintaan, paling mahal 35 ribu sampai 40 ribu. “Bahkan ada yang dari Kabupaten Negara yang order, tetapi saya tidak ambil, karena terlalu jauh,” ujarnya.
Liying mengaku sampai saat ini pembuatan pot anggrek masih terkendala bahan. Karena susah mencari buah kelapa kering (pompongan). Jika memakai kelapa utuh, dia akan berat dan untuk mengeluarkan isinya susah. Untuk mencari bahan pot anggrek ini, Laying harus ke sungai. “Kita harus ke sungai untuk mencari pompongan, dan medannya cukup berat,” jelasnya.
Rencananya kedepan jika orderan lancar ia akan membeli pompongan, agar dalam pembuatan lebih maksimal. Selain itu ide untuk ekspresi wajah diakui cukup susah didapat. Jika ada yang pesan sepuluh dengan wajah berbeda, hal ini membuatnya cukup kebingungan. “Makanya saya bekerja sesuai suasana hati saja. Sehari untuk satu orang bisa menghasilkan dua pot dengan ekspresi lucu ini,” ungkapnya. (Manik Astajaya/Balipost)