BANGLI, BALIPOST.com – Sejak mewabahnya virus corona di Bali, sejumlah desa/banjar di Bangli melakukan upaya antisipasi dengan mendirikan posko di pintu masuk wilayahnya. Di posko tersebut, desa/banjar menempatkan beberapa orang petugas untuk melakukan penjagaan serta penyemprotan terhadap kendaraan yang melintas.
Namun akhir-akhir ini, beberapa posko yang ada tampak tidak aktif. Salah satunya posko yang ada di pintu masuk Desa Daup, Kintamani.
Perbekel Desa Daup Dewa Nyoman Saliawan tak menampik hal itu. Dia mengakui posko yang didirikan pihaknya sudah tidak aktif lagi sejak sekitar 4 Juni lalu. Kegiatan penjagaan dan penyemprotan disinfektan dihentikan karena situasi saat ini dianggap sudah landai dan mulai memasuki era “new normal.”
Di samping itu juga karena terbentur terbatasnya anggaran. “Anggaran sih masih tersedia. Kalau nanti gimana-gimana situasinya, anggaran itu akan dipakai lagi,” ujarnya saat dihubungi Rabu (9/6).
Selama ini anggaran yang dipakai untuk kegiatan itu bersumber dari alokasi dana desa (ADD). Dewa Saliawan mengatakan pendirian posko di pintu masuk desanya sejak sehari setelah hari raya Nyepi, dilakukan sebagai upaya antisipasi menangkal COVID-19 masuk ke wilayah desanya.
Di posko itu petugas yang ditempatkan melakukan pendataan terhadap warga yang masuk ke desa, pengecekan suhu serta penyemprotan disinfektan. Meski kini posko di desanya sudah tidak lagi aktif, namun pengawasan terhadap warga dikatakannya tetap dilakukan.
Contohnya bilamana ada warga yang ditemukan tidak memakai masker akan diberikan teguran. Warga luar yang ingin menginap di wilayah Daup wajib menunjukan surat keterangan sehat.
Selain di Desa Daup, kegiatan penjagaan dan penyemprotan disinfektan di posko-posko di Desa Belantih, Kecamatan Kintamani juga tidak lagi aktif. “Ya, per 1 Juni sudah selesai,” kata Perbekel Desa Belantih Wayan Wardana.
Namun demikian, kata dia untuk posko induk di desanya masih diaktifkan. Penyemprotan disinfektan kini dikonsentrasikan ke masing-masing rumah penduduk dan di tempat-tempat umum. Kegiatan itu dilakukan oleh Satgas Desa dibantu karang taruna di masing-masing banjar. “Penyemprotan kami lakukan sekali dalam 1 minggu,” terangnya.
Mengenai apa alasan tidak semua posko aktifkan, salah satunya karena biaya. Selama ini di Belantih ada 8 posko yang didirikan dan dijaga dua orang per posko dengan melibatkan linmas.
Tentunya pihak desa wajib menyediakan konsumsi untuk petugas yang berjaga. Alasan lainnya penyemprotan desinfektan terhadap kendaraan yang melintas di posko dianggap tidak efektif. “Bagi kami di desa lebih bagus kami terapkan jaga jarak dan pemakaian masker dan penyemprotan ke rumah-rumah penduduk daripada kami semprot semua mobil dan motor yang lewat,” jelasnya. (Dayu Swasrina/balipost)