Prof. Ratminingsih. (BP/Istimewa)

Oleh: Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. dan  Dr. AAN. Yudha Martin Mahardika, M.Pd.

Sampai kapankah pandemi Covid-19 ini akan berakhir? Ini masih menjadi pertanyaan kita semua. Banyak dari kita sudah bosan terkungkung di rumah, bahkan banyak dari kita sudah tidak mampu lagi mengindahkan aturan yang dibuat pemerintah.

Bagi sebagian masyarakat, diam di rumah bermakna kemelaratan dan kelaparan karena tak mampu lagi mencari nafkah guna pemenuhan kebutuhan harian. Hanya dengan keluar rumah dan bekerjalah perut dan kantong kosong itu bisa diisi.

Dilema antara perut lapar dan terinfeksi virus muncul. Logika tanpa logistik susah berjalan, begitu banyak yang mengatakan. Kenyataan ini justru menimbulkan masalah baru, yakni kemungkinan semakin panjangnya pandemi ini mewabah dan menyebar. Lalu apa yang perlu dilakukan dan ditekankan?

Kedisiplinan adalah karakter kunci yang harus dipupuk dan dikinerjakan oleh semua dari kita. Salah satunya adalah disiplin mengikuti aturan untuk physical distancing, yakni menjaga jarak dengan orang lain. Diam di rumah adalah sebuah cara mengaplikasikannya.

Baca juga:  “Sugihan” Ajak Umat Harmoniskan Alam

Cara lain adalah dengan tidak berkerumun atau berkumpul dalam keramaian dengan banyak orang, yang diistilahkan dengan soliter. Menjadi soliter artinya menyendiri bukan berarti menyepi, apalagi kesepian, tetapi lebih kepada menjauhkan diri dari kerumunan banyak orang yang mungkin menjadi tempat penyebaran virus.

Orang yang kelihatan sehat dan tanpa gejala (OTG) bisa jadi mereka positif atau carrier Corona, sehingga bersentuhan atau berinteraksi dengan mereka dapat menyebarkan dan membahayakan diri kita sendiri.

Bagaimana dengan mereka para pekerja harian kalau mereka harus diam di rumah? Tentu ini bukanlah solusi yang mengenakkan mereka. Yang patut dilakukan adalah disiplin mengikuti anjuran WHO seperti untuk tetap jaga jarak minimal satu setengah meter dari orang lain, tetap mengenakan masker pada saat bekerja, serta rajin mencuci tangan.

Hal ini bukan saja dapat menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi juga orang lain di sekitar dan keluarga terdekat.

Solider adalah karakter sangat penting yang perlu disuburkan pada masa pandemi ini. Perasaan senasib sepenanggungan bagi saudara-saudara kita yang dilanda krisis, yang kurang mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kurang etis rasanya kita menunjukkan makanan yang serba lengkap dan wah di media sosial, sementara banyak dari saudara kita kurang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Baca juga:  Kabar Baik, Tambahan Kasus COVID-19 Bali Capai 2 Digit

Uluran tangan dan bantuan baik berupa barang dan finansial dapat meringankan beban mereka yang mungkin juga kehilangan pekerjaan karena PHK. Penonaktifan para pekerja dan penutupan berbagai usaha memberikan dampak ekonomi yang diikuti dengan dampak sosial.

Dampak sosial lain yang bermunculan belakangan adalah pencurian dan berbagai kejahatan lainnya. Salah satu penyebabnya karena kebutuhan primer mendesak, sementara banyak dari mereka tanpa pekerjaan, sehingga mereka menghalalkan cara, yang mereka mungkin tahu hal itu adalah salah. Pada dampak sosial inilah solidaritas berperan.

Solider dengan memberikan bantuan sembako atau membuat dapur umum mungkin bisa meringankan beban mereka yang kekurangan dan membutuhkan makan.

Survival adalah karakter manusia untuk bisa mempertahankan hidup. Pada masa pandemi yang memuncak ini, kemampuan mempertahankan diri perlu dikembangkan. Seperti makhluk hidup lainnya, ketika mereka dalam keadaan terancam, mereka punya cara-cara tertentu untuk mempertahankan hidup.

Baca juga:  Banyak Dokter Tertular COVID-19 di Luar Faskes, IDI Bali Ingatkan Ini

Tahun ini dikenal dengan tahun tikus, yaitu tahun di mana manusia diibaratkan tikus hanya keluar bila perlu untuk mencari makan dan hendaknya lebih banyak berdiam di rumah bersembunyi dari keramaian. Pada tahun tikus ini dikatakan bahwa masalah kesehatan berhubungan dengan paru-paru.

Untuk bertahan hidup, manusia disarankan untuk lebih banyak terpapar sinar matahari atau berjemur pada pagi hari sampai dengan pukul 10.00 dan mengonsumsi makanan sehat agar dapat meningkatkan kekebalan tubuh untuk menghindarkan diri dari serangan ‘’Nona Corona’’ yang dapat mengancam nyawa. Disiplin untuk mempertahankan diri dengan cara-cara tersebut adalah sebuah keniscayaan.

Oleh karena itu, soliter, solider, dan survival merupakan tiga usaha yang perlu diupayakan dengan kedisiplinan dan dibarengi dengan doa, memohon keselamatan dan perlindungan Hyang Kuasa agar alam kembali bersahabat dan pandemi bisa segera berakhir.

Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha dan Dosen Prodi Perhotelan Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *