DENPASAR, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 selama tiga bulan belakangan ini turut berkontribusi meningkatkan volume limbah medis di seluruh dunia, tak terkecuali di Bali. Sebab, kebutuhan alat pelindung diri (APD) sekali pakai bagi para tenaga medis meningkat.
Situasi ini tidak bisa dipandang sebelah mata, karena dampak jangka panjangnya mengancam kelangsungan bumi beserta mahluk hidup di dalamnya. Akademisi dari Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. Ir. I Ketut Irianto, M.Si., menemukan aplikasi “Terios Monitoring Sistem”.
Temuannya ini berfungsi untuk menguji pengelolaan limbah medis di rumah sakit (RS) dan fasilitas kesehatan lainnya. Pasalnya, pemerintah melalui regulasi kesehatan mengarahkan fasilitas kesehatan agar mengelola limbah medisnya dengan metode ramah lingkungan (biologi), bukan dengan metode kimia (chemical). “Lewat Aplikasi Terios Monitoring Sistem, kita bisa mengetahui limbah medis yang dikelola sebuah rumah sakit secara biologi atau kimia,” ujar Irianto, Kamis (11/6).
Jika sebuah fasilitas kesehatan tidak mengolah limbahnya secara biologis, pihaknya bisa memberi rekomendasi ke pemerintah agar fasilitas kesehatan tersebut diberikan sanksi. Ia menawarkan pengelolaan limbah medis menggunakan insinirator atau pembakaran.
Output yang dihasilkan berupa abu yang bisa dimanfaatkan untuk pupuk penyubur tanah. Sehingga limbah medis bisa dimanfaatkan untuk kebaikan alam.
Ia menambahkan, setiap unit pada fasilitas kesehatan mesti mengelola sampahnya sendiri, lalu dipilah sebelum proses pembakaran. Akademisi asal Klungkung ini mengingatkan, dampak limbah medis yang dikelola secara chemical bersifat ‘mobile’. “Dampaknya tidak seketika atau langsung dirasakan oleh mahkluk hidup. Tapi pelan-pelan dia mengancam kehidupan,”pungkas Irianto. (Winatha/balipost)