Kepala BEI Bali I Gusti Agus Andiyasa. (BP/May)

DENPASAR, BALIPOST.com – Masyarakat Bali ternyata tidak tinggal diam selama PSBB dan aktivitas dibatasi karena kondisi wabah Covid-19. Masyarakat mencoba optimis dengan mencari peluang. Salah satu peluang yang diambil masyarakat adalah melalui pasar modal karena bisa bertransaksi dari rumah.

Sejak Maret 2020, Bursa Efek Indonesia (BEI) Bali mencatat ada kenaikan investor baru 1.000 dalam sebulan. Padahal sebelum Covid-19, pertumbuhan investor baru hanya berkisar 300-400 investor. Investor terbanyak berasal dari kalangan karyawan swasta dan mahasiswa.

Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Bali I Gusti Agus Andiyasa, Jumat (12/6) mengatakan, pertumbuhan pasar modal dari tahun ke tahun luar biasa. Di Bali, BEI berdiri sejak 2010 dengan investor saat itu sebanyak 1.000. Namun setelah 10 tahun, investor di Bali per Mei 2020 berjumlah 25.000 lebih. “Orang yang dulu tidak tahu pasar modal, skeptis dan berpikiran negatif tentang pasar modal, sekarang semakin terbuka,” ungkapnya.

Baca juga:  Disiplin Prokes Mulai Kendor, Ini Hasil Sidak Tim Gabungan di Denpasar Utara

Menurutnya di masa pandemi Covid-19 ini, sektor yang paling terpukul adalah sektor riil yang mengakibatkan sektor – sektor lainnya juga ikut berdampak. Bahkan pihaknya melakukan operasioanl melalui WFH (work from home) karena memang kegiatan di bursa saham berbasis elektronik.

Sementara kinerja harga saham yang tercermin dari IHSG pada Maret mencapai titik terendah. IHSG pada Maret 2020 turun 30 persen lebih, menyentuh 3.900 padahal dalam kondisi normal bisa mencapai 6.000. Diakui, masyarakat sekarang pintar memanfaatkan peluang karena ketika tahu harga saham anjlok, masyarakat berbondong – bondong untuk membeli mengingat harga saham murah.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Alami Kenaikan

Namun dalam waktu 2 bulan, IHSG kembali menguat menyentuh angka 5.000. Pertumbuhan harga saham yang awalnya minus 50 persen, ada yang kembali ke posisi semula. “Jadi masyarakat antusias jadinya, kapan lagi momentum seperti ini, harga saham lagi murah,” ujarnya.

Berdasarkan sejarahnya, IHSG sempat mengalami penurunan lebih dalam tahun 2008 saat krisis motgage. Sedangkan sampai akhir Mei 2020, dikatakan kondisi IHSG belum separah 2008. Hal itu menurutnya karena negara – negara di dunia sudah belajar dari pengalaman krisis tahun 2008. “Makanya bank sentral seluruh dunia bersama pemerintah dan stakeholder lainnya menerbitkan stimulus – stimulus untuk menahan penurunan yang lebih dalam,” ungkapnya.

Baca juga:  Hasil Rapid Test di Klungkung, Satu Mengarah Positif COVID-19

Menurutnya, pemerintah bersama OJK, BI, BEI telah mengeluarkan kebijakan untuk menahan laju penurunan. Salah satunya adalah perubahan batas auto rejection bawah sebesar 10 persen. Dengan adanya kebijakan auto rejection baru, maka saham yang diperdagangkan hanya akan turun maksimal 10 persen. Setelah mencapai level tersebut maka saham tersebut akan terkena auto rejection bawah, sementara batas atas masih dalam batas 20 – 35 persen. (Citta Maya/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *