Oleh Dr. Ir. Ketut Suriasih, M.App.Sc.
Kefir, minuman probiotik dari susu fermentasi yang mengandung bakteri dan ragi yang baru mulai dikenal di Indonesia, sedangkan minuman ini sejak lama populer di Rusia, baik di kalangan anak-anak maupun orang dewasa. Minuman tersebut terbuat bisa dari susu sapi, kambing, atau domba dan biji kefir atau bibit kefir. Dibangdingkan dengan minuman probiotik lainnya, kefir terlihat seperti yogurt.
Tetapi, keduanya adalah minuman yang berbeda, meski sama-sama minuman probiotik, kefir berwujud cair seperti susu, sedangkan yoghurt lebih kental. Kefir memiliki rasa asam dan sedikit gas CO2 dan alkohol yang dihasilkan sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat, khamir dan bakteri asam asetat yang berasal dari biji kefir. Minuman probiotik ini sungguh menyegarkan dan menyehatkan.
Minuman ini menyehatkan karena mampu meningkatkan aktivitas antioksidan di dalam tubuh, ini terbukti dari penelitian dengan tikus, bahwa kadar SOD darah tikus diabetesi yang diberi kefir 3,6 cc/200 g bb meningkat sebesar 13,86 mU/mL, sementara tikus diabetesi yang disuntik insulin meningkat sebesar 8,86 mU/mL, sedangkan tikus diabetesi yang tidak diberi kefir delta SOD darahnya 4,89 mU/mL. SOD (superoksida dismutase) adalah enzim yang berfungsi merusak radikal bebas superoksida, sehingga SOD mencegah kerusakan sel-sel tubuh.
Terkait dengan pembersihan radikal bebas, kefir secara in vitro menunjukkan kemampuan untuk membersihkan/menghancurkan senyawa radikal bebas DPPH dan superoksida, menghambat peroksidasi asam lemak. Selanjutnya dikatakan bahwa kefir mengandung senyawa peptida yang mampu mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas seperti superoksida.
Dalam keadaan normal sel-sel tubuh melindungi dirinya dari radikal bebas dengan enzim superoksida dismutase (SOD), catalase, atau senyawa-senyawa seperti asam ascorbat (vitamin C), tocoferol, dan glutation, namun sistem perlindungan ini kadang dirusak oleh proses patologis, sehingga dibutuhkan suplemen antioksidan untuk perlindungan.
Hasil uji imunitas kefir mampu meningkatkan kadar Immunoglobulin G dan A (IgG, IgA) dan sel penghasil IgA pada serum dan saluran pencernaan pada penelitian penulis menggunakan hewan coba mencit yang diberikan perlakuan kefir susu sapi Bali, supernatan kefir susu sapi Bali, suspensi BAL dan khamir isolat kefir selama 28 hari, yang diinokulasi dengan patogen Escherichia coli ATCC 25922, menunjukkan respons kadar IgG serum yang lebih tinggi.
Kadar IgG serum mencit berkisar antara 10,18 – 81,39 EU/ml, bahwa kadar IgG serum orang dewasa yang diberikan kapsul Lactobacillus paracasei ssp.paracsei setiap hari selama 6 minggu menunjukkan peningkatan sebesar 38,46%, mencit yang diberikan suspensi Lactobacillus paracasei ssp.paracsei NTU 101, setiap hari selama 5 minggu, menunjukkan kadar IgG serum sebesar 10,64% lebih tinggi dari pada kontrol.
Pada penelitian penulis, bahwa mencit yang diberikan kefir susu sapi perah selama 28 hari menunjukkan kadar IgG serum 24,06% lebih tinggi dari kontrol, dan aktivitas fagositosis monosit dan neutrofil dari pembuluh darah perifer lebih tinggi dari kontrol. Karakteristik dan keberadaan IgG pada mencit yang diberikan perlakuan kefir dan komponen-komponen kefir, memberi asumsi bahwa, konsumsi probiotik kefir mampu melindungi tubuh dari infeksi patogen secara sistemik sebesar 106,38% dibandingkan dengan kontrol. Pemberian kefir, suspensi BAL dan khamir isolat kefir menghasilkan IgA sekretori dalam saluran pencernaan mencit.
Kadar IgA sekretori mencit yang diuji dengan metode ELISA, berkisar antara 208,97 – 382,18 µg/ml. Mencit yang diberikan kefir, menunjukkan respons antibodi IgA sekretori yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Percobaan secara invitro dengan menggunakan PP dari mukosa saluran pencernaan mencit yang diberi perlakuan Bifidobacterium longum, menunjukkan bahwa Bifidobacterium longum mampu menginduksi produksi IgA sekretori secara nyata lebih tinggi daripada kontrol.
Penelitian pada orang dewasa sehat yang diberikan kapsul Lactobacillus paracasei subsp. paracasei dan Bifidobacterium animalis subsp. lactis, menunjukkan adanya peningkatan kadar total IgG serum, total IgA sekretori pada air liur, kadar anti influenza-IgG, dan anti influenza IgA pada plasma. Keberadaan IgA sekretori pada air liur merupakan cerminan keberadaan IgA sekretori pada lumen saluran pencernaan.
Hasil analisis IgA anti Escherichia coli pada bilasan saluran pencernaan menunjukkan bahwa secara umum tidak mampu memberikan respons antibodi IgA spesifik terhadap Escherichia coli. Hal ini dapat dilihat dari kadar IgA anti E.coli di dalam bilasan saluran pencernaan mencit yang diberikan perlakuan, lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Juga mencit yang diberikan Lactobacillus casei selama 7 hari, tidak menunjukkan adanya respons IgA sekretori yang spesifik terhadap Lactobacillus casei. Kenyataan tersebut disebabkan oleh aktivasi sistem imun oleh BAL sebagian besar melibatkan sel-sel imun alami yaitu sel makrofag, sel dendrit dan sel epithel, namun kurang melibatkan sel limfosit T.
Covid-19 hingga saat ini sudah menjangkiti jutaan orang di seluruh dunia. Pandemi virus Corona memang bikin banyak orang takut, jumlah pasien yang meninggal akibat virus Corona kian hari semakin banyak. Karenanya, setiap masyarakat wajib tahu gejala-gejala virus Corona, dari yang umum sampai yang tidak biasa.
Mengetahui gejala Corona ini penting dilakukan agar bisa segera mencari pertolongan dokter dan mencegah penularan semakin meluas. Dikutip dari CBS News, para peneliti menganalisis data dari 204 pasien Covid-19, usia rata-rata hampir 55 tahun yang dirawat di tiga rumah sakit di Provinsi Hubei antara 18 Januari dan 28 Februari 2020. Dari data pasien, dokter menemukan masalah pencernaan, seperti diare bisa jadi merupakan satu dari banyak gejala virus Corona.
Penelitian menunjukkan pasien dengan gejala pencernaan memiliki waktu yang lebih lama untuk ke rumah sakit. Atas alasan tersebut, ahli dan peneliti semakin gencar melakukan beragam upaya untuk segera menemukan cara menyembuhkannya. Beberapa minggu yang lalu dilakukan penelitian oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati bekerja sama dengan Komunitas Kefir Indonesia (KKI). Penelitian tersebut pada salah satu pasien orang dalam pengawasan (ODP), yang rutin mengonsumsi kefir kolostrum, hasil swab yang bersangkutan akhirnya negatif. Juga dilakukan pengujian bioaktivitas kefir kolostrum sebagai pangan fungsional probiotik, superfood.
asilnya, delapan orang pasien Covid-19 berhasil pulih lebih cepat, bahkan sembuh. Kefir kolostrum ini diyakini sangat baik untuk mencegah dan membantu pasien Covid-19. Kolostrum sapi memiliki immunoglobulin (Ig) yang siap pakai dan ketika dibuat menjadi kefir kolostrum terbukti mengandung probiotik dalam jumlah memadai untuk memperbaiki dan menyeimbangkan mikrobiota di dalam usus manusia, mampu mempercepat proses penyembuhan infeksi virus termasuk Covid-19. Dengan hasil ini, harapannya masyarakat dapat memanfaatkan nutrisi dari superfood kefir dan kefir kolostrum untuk menjaga daya tahan tubuh sehingga mampu melawan Covid-19.
Penulis, Rektor Universitas Bali Dwipa