Dewa Made Indra. (BP/rin)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tren penambahan kasus positif COVID-19 di Bali telah mengalami perubahan. Dari sebelumnya imported case, saat ini penambahan terjadi karena banyaknya oknum warga yang tidak menerapkan protokol kesehatan sehingga menyebabkan transmisi lokal.

Namun demikian, gelombang kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI)/ABK diperkirakan masih akan terjadi. “Hingga saat ini sudah 16.961 pekerja migran Indonesia yang datang. Sebanyak 12.705 asal Bali dan sisanya dari luar Bali namun ikut turun melalui Bali,” ujar Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra dalam rapat virtual terkait evaluasi optimalisasi tempat karantina, di Denpasar, Kamis (18/6).

Rapat virtual ini melibatkan Karo Ops Polda Bali, As-Ops Kodam IX/Udayana, Kasi Ops Korem 163/Wirasatya, Kadiskes Prov Bali, Kasat PolPP Prov Bali, Kadis Kominfos Prov Bali, Kalaksa BPBD Prov Bali, Kadishub Prov Bali, Koordinator Posko (Wasdal), Kadishub Kabupaten / Kota se-Bali, Kalaksa BPBD Kabupaten / Kota se-Bali, Koordinator Karantina (Diklat BPK Pering, Bapelkes, BPSDM, LPMP, Wisma Bima 1, dan Wisma Bima 2 dan Koordinator Relawan.

Baca juga:  Proyek DPT di Jalan Banjar Tambahan Bakas Longsor

Menurut Dewa Indra, jumlah kedatangan pekerja migran Indonesia dan juga ABK diperkirakan masih terjadi. Mengingat belum semua diantara mereka tiba di Indonesia, khususnya Bali.

Di sisi lain, penambahan jumlah kasus COVID-19 juga membutuhkan tempat karantina yang memadai dengan fasilitas sarana prasarana dan tenaga medis. “Dengan jumlah yang terus meningkat tentu mengakibatkan tempat karantina semakin penuh, sehingga diperlukan sirkulasi yang cepat dan terkoordinir antar instansi dan pihak terkait,” tegasnya.

Dikatakan tingkat kesembuhan mereka di karantina cenderung lama. Hal ini diakibatkan jumlah yang semakin banyak, sirkulasi yang semakin lambat dan jumlah fasilitas tempat karantina yang semakin penuh.

Dewa Indra meminta Kalaksa BPBD, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Kepala Dinas Kominfo Provinsi Bali melakukan koordinasi lebih lanjut dan follow up terkait kebutuhan yang diperlukan pada tempat karantina. Termasuk keperluan WiFi dan tempat tidur bagi tenaga keamanan yang menjaga tempat karantina.

Baca juga:  31 Kasus Transmisi Lokal Baru, 50 Persennya Ada di Satu Daerah

“Pengelolaan karantina yang harus di update sesuai situasi kondisi di lapangan adalah membangun kesepakatan baru, dimana yang terdahulu akan mengalami perubahan sesuai dengan situasi real saat ini,” jelasnya.

Untuk pekerja migran Indonesia (PMI) yang pulang tidak melalui Jakarta (langsung melalui Bandara Internasional Ngurah Rai dan Cruise Pelabuhan Benoa, red) harus diambil swabnya. Sekalipun sudah membawa surat sehat bebas COVID-19 karena mereka terindikasi masih terkena. “Sehingga sambil menunggu hasil swab maka mereka harus menjalani karantina,” imbuh Sekda Provinsi Bali ini.

Dewa Indra melanjutkan, PMI yang pulang dari Jakarta dan sudah ditangani oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional, mereka dapat diterima di LPMP yang selanjutnya akan dikirim ke daerah asal (Kabupaten/ Kota) yang dikawal dan diawasi oleh Tim Satgas Gotong Royong berbasis Desa Adat. Hal ini dilakukan untuk menghindari penularan dan penyebaran kepada orang lain yang juga memiliki peluang besar untuk menjadi pasien positif COVID-19.

Baca juga:  Karena Alasan Ini, Gubernur Koster Minta Kampanye KB Dua Anak Distop

Perubahan akan terjadi pada saat kedatangan mereka. Terdahulu, saat mereka datang lalu diambil uji Swab-PCR dan sambil menunggu hasil mereka dikarantina oleh Provinsi. Namun sesuai perkembangan situasi dan kondisi saat ini, maka PMI yang baru datang lanjut diambil uji Swab-PCRnya.

Tapi, sembari menunggu hasil mereka akan dijemput oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten/Kota asal mereka. “Jika hasil mereka positif maka selanjutnya akan dijemput oleh provinsi untuk dikarantina dan ditangani Provinsi Bali, sedangkan bagi mereka yang uji Swab-PCR nya negatif maka mereka akan menjalani karantina mandiri di rumah mereka masing-masing dengan pengawasan Gugus Tugas Kabupaten/ Kota dan Tim Satgas Gotong Royong berbasis Desa Adat setempat,” paparnya.

tingkat kesembuhan mereka di karantina cenderung lama akibat jumlah yang semakin banyak, sirkulasi yang semakin lambat dan jumlah fasilitas tempat karantina yang semakin penuh. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *