SINGARAJA, BALIPOST.com – Penyidik dari Unit Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim (Satreskrim) Polres Buleleng semakin mengintensifkan penyelidikan kasus pembuangan bayi laki-laki di Desa Pemuteraon, Kecamatan Gerokgak. Setelah mengamankan oknum pelajar yang diduga ibu yang melahirkan bayi tersebut, sekarang penyidik menunggu hasil otopsi jenazah bayi.
Nantinya, hasil ini menjadi barang bukti sekaligus memastikan penyebab kematian sang bayi malang itu.
Kasubag Humas Iptu Gede Sumarjaya seizin Kapolres Buleleng AKBP Made Sinar Subawa mengatakan, sejak polisi menerima laporan masyarakat yang menemukan jenazah bayi terseret Biawak pada 7 Juni 2020 lalu, ada 4 orang saksi yang sudah dimintai keterangannya. Para saksi ini menerangkan memang benar menemukan jenazah bayi laki-laki dimangsa Biawak.
Selain itu, saksi ini juga menyebutkan kalau kondisi jenazah bayi masih melilit tali pusar dan barang bukti lain. Selain memeriksa para saksi itu, unit Reskrim Poslek Gerokgak kemudian berhasil mengamankan seorang perempuan.
Dari pemeriksan sementara, perempuan diamankan itu berstatus pelajar di salah satu SMK dengan inisial FSK (18). Perempuan itu pun diduga kuat telah membuang bayinya sendiri.
Sementara, pengakuan terkait alasan membuang bayinya dan siapa ayah dari sang bayi belum terungkap. Satu pengakuan yang sudah dikantongi polisi menyebut, kalau oknum pelajar FSK mengaku, dirinya melahirkan bayinya di dekat lokasi penemuan.
Menurut perwira asal Desa Sepang, Kecamatan Busungbiu ini, untuk melengkapi bukti dan mengungkap motif kasus ini, polisi memerlukan hasil otopsi jenazah bayi malang tersebut. “Otopsi untuk memperkuat bukti nantinya akan diketahui apakah bayi sudah tidak bernyawa atau tidak saat dibuang, termasuk umur kelahiran, dan semuanya itu nanti hasil visum yang menentukan,” katanya.
Sementara itu, sejak polisi mengamankan oknum pelajar FSK pada 14 Juni 2020, sekarang dalam keadaan baik. Yang bersangkutan mendapat pendampingan dari Psikologi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Buleleng.
Ini, untuk meminimalkan terjadinya kekhawatiran, ketakutan, dan perasaan bersalah dari oknum pelajar bersangkutan. Tak hanya itu, P2TP2A juga ingin agar dari kasus ini agar oknum pelajar itu tidak mendapat pandangan negatif di masyarakat. (Mudiarta/balipost)