DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) pada minggu II Juni 2020, perkembangan harga di Bali mengalami kenaikan sebesar 0,26 (mtm) lebih tinggi dibandingkan inflasi Mei sebesar 0,11% (mtm). Hal ini mengimplikasikan bahwa Bali akan mengalami inflasi di bulan Juni sebesar 0,38% – 0,58% (mtm) atau 2,55 – 2,76% (yoy) dimana masih berada pada sasaran inflasi 3,0% ± 1% (yoy).
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan, perkiraan inflasi yang terjadi pada Juni didasari produsen akan mengurangi produksinya karena melihat perkembangan pasar di masa pandemi yang tidak banyak permintaan. Pengurangan produksi ini mempengaruhi pasokan di pasar, ketersediaan produk akan berkurang dan harga menjadi naik.
Sementara itu, kredit tumbuh melambat di triwulan II 2020 di Provinsi Bali, bersumber dari penurunan kredit pada semua jenis penggunaan baik konsumsi, modal kerja maupun investasi. Berdasarkan sektoralnya, melambatnya kredit bersumber dari melambatnya kredit perdagangan, akmamin, dan pertanian.
NPL di Provinsi Bali pada triwulan II sedikit meningkat namun masih dalam batas threshold 5%. Peningkatan NPL bersumber dari seluruh jenis penggunaan baik modal kerja, investasi maupun konsumsi. Secara sektoral, peningkatan NPL bersumber terutama dari kredit perdagangan. DPK pada triwulan II tumbuh melambat bersumber dari melambatnya tabungan dan kontraksi giro.
Trisno memaparkan bahwa dalam merespon perlambatan ekonomi, Bank Indonesia menempuh bauran kebijakan yang terdiri dari enam aspek penting. Pertama, menurunkan suku bunga kebijakan (BI7DRR).
Kedua, melakukan stabilisasi dan penguatan Rupiah melalui peningkatan intensitas kebijakan intervensi baik di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward(DNDF), maupun pembelian SBN di pasar sekunder. Ketiga, memperluas instrument dan transaksi di pasar uang dan pasar valas. Keempat,melakukan injeksi likuiditas (Quantitative Easing) ke pasar uang dan perbankan.
Per 1 Agustus 2020, Bank Indonesia akan memberikan jasa giro sebesar 3% kepada bank yang memenuhi kewajiban GWM (Giro Wajib Minimum). Kelima, melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial. Keenam, menjaga kemudahan dan kelancaran system pembayaran baik tunai maupun non tunai untuk mendukung berbagai transaksi ekonomi dan keuangan.
Selain bauran kebijakan di atas, Trisno juga menjelaskan bahwa Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan system keuangan serta pemulihan ekonomi nasional. (Citta Maya/Balipost)