Dialog ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali Menuju Bali Era Baru’’ yang tayang di Bali TV, Rabu (24/6). (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pertengahan 2018, Ida Ayu Maharatni mulai merintis kebun Noja Bali Hidroponik. Berawal dari melihat halaman kosong di belakang rumah yang dibuangi sampah.

Padahal, ia sendiri hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa dan tak malu mengakui bahwa panen perdananya dulu gagal total. “Dulu kita nanam cabai dan tomat sampai biru warnanya, intinya itu tidak berhasil,” kenang Maharatni saat menceritakan pengalamannya dalam dialog ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali Menuju Bali Era Baru’’ yang tayang di Bali TV, Rabu (24/6).

Dialog yang mengangkat topik “Pemanfaatan Lahan Pekarangan dengan Aquaponik dan Hidroponik” ini terselenggara berkat kerja sama Pemprov Bali, Sampoerna Untuk Indonesia, Bali Post, Bali TV, Yayasan Dharma Naradha dan pemerintah kabupaten/kota se-Bali.

Bukannya menyerah, Maharatni terus memutar otak untuk menemukan sistem pertanian yang pas di perkotaan dengan kualitas air kurang bagus. Ia utamanya belajar dari Google dan YouTube sampai akhirnya bisa memiliki modul dengan 2.500 lubang, dari yang tadinya memiliki 1 modul saja dengan 500 lubang.

Itu pun dikatakan masih belum banyak untuk ukuran pertanian perkotaan. “Petani urban untuk pemula bisa memulai dengan satu baki (berisi) sembilan lubang,” imbuhnya.

Baca juga:  Jelang PTM, Vaksinasi Anak di Bawah 12 Tahun Harus Diinisiasi

Menurut Maharatni, ada lima sistem hidroponik di kebun Noja Bali Hidroponik yaitu DFT (Deep Flow Technique), NFT (Nutrient Film Technique), DWC (Deep Water Culture) atau rakit apung, DBS (Dutch Bucket System), dan Drip System. Salah satu ‘’senjata’’ dalam berhidroponik adalah AB Mix untuk nutrisi tanaman.

Setiap tanaman membutuhkan nutrisi yang berbeda. Kalau kebanyakan, bisa jadi membuat sayuran terasa pahit. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pH air harus pas. Kalau tidak maka sayuran yang ditanam bisa menjadi kuning. ‘’Sumber hidup dari hidroponik adalah air. Kalau misalnya kita bisa menangkap air suling dari AC, itu adalah air terbaik sebenarnya untuk berhidroponik,’’ imbuhnya.

Selain itu, lanjut Maharatni, cahaya matahari juga menjadi sesuatu yang penting dalam hidroponik. Dengan sistem ini, tidak perlu khawatir pula soal lintah atau telur cacing pada sayur yang dihasilkan.

Kangkung dan pakcoy merupakan sayuran yang bisa dipilih untuk menanam perdana. Terpenting untuk memulai hidroponik, tidak usah berpikir biaya mahal.

Baca juga:  Bangun PAUD Bernuansa Hindu, Desa Adat Sembung Gede Koordinasi dengan Desa Dinas

Terlebih, ada modul sederhana yang sudah cukup komplit bisa dibeli dengan harga sekitar Rp 125 ribu saja. ‘’Kendala memulai itu sebenarnya passion. Itu adalah modal awal,’’ katanya.

Sementara itu, Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Dr. Pande Gde Sasmita mengatakan, kemandirian produksi bahan pangan mulai dari level keluarga menjadi sangat penting. Salah satunya dengan menghasilkan produk pangan organik memanfaatkan lahan yang tersedia di rumah sesuai konsep urban farming.

Apalagi sekarang, organisasi pangan dunia FAO telah mengingatkan ancaman krisis pangan dunia jika wabah Covid-19 terjadi berkepanjangan karena terhambatnya jalur distribusi bahan pangan. Sistem aquaponik merupakan salah satu model pelaksanaan urban farming, yakni memadukan budi daya perikanan (akuakultur) dengan budi daya tanaman sistem hidroponik. ‘’Di aquaponik, kita memelihara ikan bonus sayur. Jadi, ada dua produk yang kita dapatkan,’’ ujarnya.

Menurut Pande, produktivitas aquaponik memang harus dua kali sistem tanam konvensional. Ikan seperti lele, misalnya, bisa dipanen dalam 2-3 bulan. Kemudian sayuran seperti kangkung dapat dipanen dalam 2-3 minggu.

Untuk sayuran, sebetulnya tidak terbatas pada kangkung saja. Bisa juga menggunakan selada air dan bayam, bahkan timun dan tomat. Pun dengan ikan, dapat membudidayakan ikan air tawar seperti nila dan gurami selain lele.

Baca juga:  Desa Adat Geluntung Gelar “Ngusaba Desa”

Kelebihan aquaponik adalah sistem terkontrol, hemat air, dan bisa dilakukan di lahan terbatas. Budi daya ikan dan tanaman dalam ember (budidamber) merupakan salah satu contoh aquaponik. “Satu ember model budidamber kapasitas 60 liter dapat digunakan untuk memelihara 60 ekor bibit ikan lele dipadukan dengan semaian kangkung yang diletakkan pada pot kecil dan dikaitkan pada pinggiran wadah,” paparnya.

Semakin terbatasnya lahan dan sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan budi daya, kata Pande, membuat sistem aquaponik ini menjadi pilihan rasional untuk diterapkan. Secara ekonomis, budi daya ikan dan sayuran dalam sistem aquaponik idealnya akan dapat meningkatkan produktivitas usaha budi daya perikanan dan pertanian.

Sedangkan secara ekologis, sistem aquaponik merupakan metode budi daya perikanan tanpa limbah (zero waste). ‘’Berbudi daya ikan dan tanaman sayur dalam sistem aquaponik adalah salah satu solusi untuk mewujudkan kemandirian pangan keluarga,’’ tandasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *