Suarmaja. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Naskah lontar merupakan warisan intelektual masyarakat Bali yang mengandung banyak pengetahuan bagi kehidupan. Karena itu warisan budaya leluhur tersebut perlu dijaga kelestariannya. Demikian terungkap dalam Webinar Babar Lontar #2, Literasi Bali Era Baru, bertema “Membuka Perpustakaan Puri, Pendeta dan Masyarakat di Kabupaten Gianyar,” Rabu (24/6).

Webinar dipandu Sugi Lanus, pembaca lontar Jawa Kuno dan Bali. Dibuka tokoh Puri Kauhan Ubud, AAGN Ari Dwipayana, yang Koordinator Staf Khusus Presiden RI. Webinar ini menampilkan dua narasumber yakni Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali Wayan Suarmaja, dan Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Gianyar I.B. Oka Manobhawa.

Terselenggara atas kerjasama Hanacaraka Society, Penyuluh Bahasa Bali, Aliansi Peduli Bahasa Bali, Puri Kauhan Ubud, dan berbagai kelompok pegiat literasi di Bali.

Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali Wayan Suarmaja menyampaikan, lontar merupakan warisan intelektual masyarakat Bali yang mengandung banyak pengetahuan. Karena itu masyarakat hendaknya berupaya tetap melestarikan naskah lontar.

Masyarakat mestinya kembali membuka-buka lontar yang dimiliki dan belajar membacanya agar naskah-naskah tersebut tidak rusak di tempat penyimpanan. Selanjutnya, pengetahuan yang terkandung dalam naskah lontar itu bisa disebarluaskan ke masyarakat.

Dalam konteks perawatan naskah lontar, peran Penyuluh Bahasa Bali sangatlah strategis. Dengan kerja tim dan bekerjasama dengan instansi terkait, Penyuluh Bahasa Bali melakukan konservasi (membersihkan naskah), ngawacen (membaca) dan mencatat hasil identifikasi naskah yang dirawat.

Secara umum penyuluh Bahasa Bali telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat yang memiliki perpustakaan lontar (koleksi lontar), baik di lingkungan Puri, Jero, Griya dan rumah masyarakat. Sampai saat ini Penyuluh Bahasa Bali telah melakukan perawatan naskah lontar sebanyak 25.707 cakep. Naskah lontar ini telah dibuatkan katalog sederhana dan sudah diserahkan kepada pemilik naskah.

Baca juga:  Transformasi Ekonomi Kerthi Bali, Gubernur Koster Dukung Literasi Pasar Modal ke Desa Adat

Secara khusus di Wilayah Kabupaten Gianyar saat ini telah menjangkau kurang lebih 180 keluarga yang memiliki naskah lontar. Beberapa Puri telah membuka koleksi naskah lontarnya dan penyuluh dipercaya serta diizinkan merawatnya, seperti Puri Ubud, Puri Anyar Ubud, Puri Kauhan Ubud dan Puri Kawan Payangan.

Bahkan, Puri Kauhan Ubud telah membuka koleksi perpustakaan lontarnya yang bisa diakses masyarakat umum. Naskah lontar yang dimiliki telah dialihaksarakan dan digitalisasi serta diupload di web milik Puri Kauhan Ubud.

Dikatakan, secara umum dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa di Kabupaten Gianyar dilihat dari jenis naskah yang ditemukan, dapat dibagi menjadi tiga, yakni daerah pesisir, tengah dan daerah utara atau pegunungan. Di daerah pesisir, lebih banyak ditemukan jenis naskah lontar yang berkaitan dengan usadha (pengobatan) dan kawisesan (ilmu batin).

Di daerah tengah lebih banyak ditemukan lontar berkaitan dengan Tutur, Tattwa dan sistem pemerintahan (awig-awig, pararem). Sedangkan di daerah Gianyar Utara lebih banyak ditemukan naskah terkait dengan pertanian dan peternakan, seperti naskah wariga terkait dengan bercocok tanam, tentang penyakit tanaman dan cara penanggulangannya (tingkahing yadnya ring carik agung).

Serta ditemukan juga cara memilih hewan peliharaan, serta mengobati hewan peliharaan yang sedang sakit yang sering disebut dengan usadha sato. Kendala yang dihadapi penyuluh Bahasa Bali dalam melaksanakan perawatan lontar, di antaranya banyak yang beranggapan bahwa naskah yang dimiliki keramat dan tidak boleh dibaca (tenget).

Baca juga:  2022, BRI Optimis UMKM Tumbuh Lebih Baik

Masih banyak masyarakat yang takut jika naskahnya tidak dikembalikan, dan lain sebagainya. Dengan adanya kendala demikian, banyak koleksi naskah yang rusak (berek di patongosan) karena tidak pernah dibuka, dibersihkan dan dirawat. Pada akhirnya pengetahuan yang tertulis dalam naskah tersebut menjadi hilang.

Hal senada disampaikan Ida Bagus Oka Manobhawa, S.Pd.B., Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Gianyar. Ia menyampaikan naskah lontar yang ada di Bali menyimpan berbagai macam informasi dan pengetahuan tradisional tentang berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali, di antaranya arsitektur, pengobatan, pertanian, peternakan, hukum, sistem religi, ekonomi, kuliner, astronomi, kesenian, aksara, bahasa, dan sastra.

IB Oka Manobhawa. (BP/Istimewa)

Pengetahuan tradisional tersebut diperoleh berdasarkan atas akal sehat dilandasi ajaran dan pengalaman dari generasi ke generasi. Disampaikan, penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Gianyar mulai tahun 2016 hingga tahun 2019, telah memetakan sebanyak 5.502 cakep naskah lontar yang tersebar di 7 kecamatan. Rinciannya, di Kecamatan Blahbatuh 968 cakep, Ubud 1.151, Sukawati, 1.342, Tampaksiring 365, Tegallalang 680, Gianyar 709, dan Kecamatan Payangan 287 cakep.

Dikatakan, secara umum naskah lontar yang tersimpan di griya-griya, lebih banyak didominasi koleksi lontar Babad, Parwa, Niti, Puja, Wariga, Tutur, Kalpasastra, Kanda, Kakawin, Kidung dan Gaguritan. Keberadaan griya sebagai perpustakaan keluarga yang terbanyak menyimpan naskah lontar di antaranya Griya Gede Jaya Purna, Rangkan Ketewel, Sukawati sebanyak 393 cakep dalam keadaan yang baik.

Baca juga:  Perpustakaan dan Literasi Akar Rumput

Naskah yang tersimpan di sana banyak hasil sĕsuratan dari alm. Ida Padanda Gede Tĕlaga, selain warisan dari para pendahulunya. Salah satu koleksi yang menarik milik Ida Padanda Gede Manuaba, Griya Gede Blangsinga Blahbatuh adalah lontar yang teramat jarang di temui di griya-griya lainnya yakni lontar yang berjudul “Tingkahing Angempu Naga Banda”.

Lontar ini menguraikan tata cara pelaksanaan upacara pitra yadnya yang menggunakan Naga Banda beserta dengan puja dan yoga yang harus dirapalkan oleh pendeta yang muput upacara tersebut yang biasanya dilaksanakan oleh keluarga puri-puri di Bali. Selain di griya, banyak Puri yang menyimpan koleksi lontar, seperti Puri Agung Pasaren Kauh Ubud, Puri Anyar Ubud, Puri Kauhan Ubud, Puri Medahan Keramas.

Banyaknya naskah yang ada di puri tidak terlepas dari tradisi “nyastra” . Sebagai contoh keberadaan naskah di Puri Agung Pasaren Kauh Ubud, tidak lepas dari keberadaan alm. Tjokorda Gede Ngurah. Almarhum ini merupakan salah satu pengawi pada zamannya, dengan karya kakawin Gajah Mada, kakawin Durmānantaka, Purna Wijaya serta kidung Sudamala. Selain itu Puri Kauhan Ubud, yang saat sekarang ini satu-satunya keluarga Puri yang telah membuka koleksi naskah lontarnya kepada umum yang telah diunggah di website milik Puri Kauhan Ubud.

Demikian pentingnya naskah lontar bagi kehidupan, Oka Manobhawa berharap pemilik lontar membuka-buka koleksinya, terlebih mampu membaca serta mengaplikasikan isi teks-teks lontar tersebut. Dengan demikian hasil pemikiran para tetua-tetua kita dapat dilestarikan. Tidak tenget dan akhirnya amah ngetnget. (Subrata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *