DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah diharapkan meninjau kembali SK Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 151 tahun 2020 tentang penghentian sementara penempatan PMI yang berlaku mulai 20 Maret 2020. Atau kalau bisa ada pengecualian perlakuan untuk pekerja laut ini. Tentu hal ini untuk dapat mengatasi penumpukan PMI di sektor maritim karena mereka bisa kembali bekerja dengan mengikuti protokol kesehatan yang ditentukan.
Selama pandemi COVID-19, lebih dari 90 persen pekerja migran Indonesia dari sektor maritim atau ABK asal Bali sudah kembali ke Bali. Menurut data yang dihimpun PP Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), hingga 31 Mei 2020 sebanyak 17.800 lebih ABK sudah kembali ke Bali. Namun, selama pandemi COVID-19 ini, mereka dihadapkan pada keadaan ekonomi yang serba sulit mengingat mereka tidak ada pekerjaan. Padahal saat ini, dalam menyambut new normal, sejumlah negara sudah mulai membuka diri dan sudah ada perusahaan kapal pesiar yang bersiap untuk beroperasi kembali.
Sekjen PP KPI, I Dewa Nyoman Budiasa, dalam menyambut new normal, sudah ada permintaan dari salah satu perusahaan kapal pesiar dari Italia. “Beberapa negara sudah membuka pintu untuk tempat crew change atau pergantian kru yang mana saat ini perusahaan tersebut membutuhkan sebanyak 200-300 ABK khususnya yang dari Bali untuk menggantikan kru yang ada saat ini,” katanya, Kamis (25/6).
Namun, untuk bisa memberangkatkan ABK dari Bali, pihaknya masih terbentur ketentuan pada Surat Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 151 tahun 2020 tentang penghentian sementara penempatan PMI yang berlaku mulai 20 Maret 2020. Memang diakuinya SK tersebut dibuat sebagai upaya pemerintah menekan penyebaran COVID-19. Namun, selama beberapa bulan ini para PMI tentu perlu untuk bekerja. “Kalau peluang ini tidak diambil, tentu negara lain akan mengambil alih kesempatan ini. Mengingat, masih ada negara seperti Filipina, India bahkan Eropa yang siap untuk bekerja di sektor maritim,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)