Dua wisatawan mancanegara melihat-lihat arsitektur di Pura Gunung Kawi, Gianyar sebelum pandemi COVID-19 merebak. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Keterpurukan sektor pariwisata akibat pandemi COVID-19 harus dijadikan momentum bagi pelaku pariwisata untuk kembali ke jati diri pariwisata Bali yang sesungguhnya. Para tokoh-tokoh Bali terdahulu telah merumuskan bahwa pariwisata Bali adalah pariwisata berbasis budaya.

Akademisi pariwisata dari Unud, Dr. Nararya Narottama, SE., M.Par., M.Rech., Rabu (24/6), mengungkapkan, sebelum pandemi COVID-19, jati diri pariwisata Bali telah bergeser dari pariwisata budaya ke mass tourism atau pariwisata massal. Dalam artian, apapun yang bisa dijual, asalkan menghasilkan uang akan dilakukan oleh pelaku pariwisata.

Baca juga:  Wali Kota Rai Mantra : Pariwisata Harus Beri Dampak Semua Kalangan

“Saya rasa inilah momen kita untuk memikirkan kembali bagaimana agar overtourism yang sebelumnya kita alami tidak terjadi lagi. Kita harus menuju pada pariwisata budaya berkelanjutan dan mengarah pada quality tourism,” tegasnya.

Apabila pariwisata Bali berkualitas, maka semua aspek masyarakat akan menikmati kue pariwisata Bali yang berbudaya. Tidak hanya masyarakat Bali di bagian selatan, tetapi hingga ke desa-desa sehingga pada saat itu kesejahteraan masyarakat lokal bisa ditingkatkan demikian pula terwujudnya pemerataan pembangunan.

Baca juga:  Harga Tiket Wisdom di Candi Borobudur Rp 750 Ribu, Berlaku Jika Ingin Lakukan Ini

“Disinilah pentingnya desa wisata dikelola oleh SDM masyarakat desa. Mulai dari masak, membeli sayur di masyarakat, sehingga perputaran ekonomi terjadi di masyarakat lokal,” tegasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *