DENPASAR, BALIPOST.com – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali mayoritas bersumber dari pajak kendaraan, baik itu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) maupun Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Namun, intensifikasi pajak kendaraan sama saja dengan mendorong pertumbuhan kendaraan bermotor di Bali.
Oleh karena itu, Gubernur Bali Wayan Koster berupaya menggali sumber-sumber lain untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerah Provinsi Bali. “Saya sedang berupaya untuk melakukan ekspansi dengan cara menggali dari sumber-sumber di luar dari sumber yang ada sekarang yang menjadi potensi di Provinsi Bali agar itu bisa menjadi pendapatan asli daerah,” ujarnya dalam siaran pers Pemprov Bali, Sabtu (27/6).
Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng ini menggagas beberapa ide peningkatan pendapatan daerah. Yakni dengan membidik perusahaan-perusahaan yang mendapat tender di Bali. Mereka diharuskan membuka cabang di Bali. Juga, bekerja sama dengan warga lokal.
Selain itu, wisatawan akan diminta berkontribusi untuk pemeliharaan lingkungan alam dan budaya Bali. Koster juga melirik pendapatan dari ekspor komoditas yang melalui Bali.
Upaya kemandirian keuangan juga dilakukan Pemprov Bali dengan keberhasilan melakukan efisiensi pengeluaran rutin. “Tahun 2019 lalu, pendapatan daerah Bali itu Rp 4 triliun. Jumlah ini meningkat Rp 700 miliar, karena saat saya baru menjabat gubernur, pendapatan Bali itu Rp 3,3 triliun,” katanya.
Koster menambahkan, porsi PAD dibandingkan dana perimbangan APBN pun komposisinya meningkat dari semula sekitar 50 persen menjadi lebih dari 60 persen. Mantan anggota DPR-RI ini menyadari pentingnya kemandirian keuangan daerah untuk kesejahteraan masyarakat telah berhasil meningkatkan PAD Provinsi Bali.
Itu sebabnya, berbagai langkah ke depan telah disiapkan guna mendorong optimalisasi potensi pendapatan daerah. “Dari sisi peningkatan pendapatan asli daerah dalam waktu satu tahun itu sebenarnya meningkatnya sangat tinggi,” imbuhnya.
Wakil Ketua DPRD Bali I Nyoman Sugawa Korry mengatakan kreativitas untuk meningkatkan PAD memerlukan adanya revisi terhadap Undang-undang Nomor 28 tentang Pajak Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. “Karena adanya ketidakadilan di sana terutama bagi Bali yang tidak mempunyai sumber daya alam,” ujar Politisi Golkar ini.
Menurut Sugawa Korry, dalam undang-undang itu tidak ada klausul yang menyatakan bahwa sumber bagi hasil yang diberikan pada Bali adalah dari pariwisata. Padahal pariwisata yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Bali, merupakan penyumbang devisa yang cukup besar bagi negara.
Kepala BPK-RI Perwakilan Provinsi Bali Sri Haryoso Yulianto mengatakan upaya peningkatan kemandirian keuangan daerah perlu menjadi program pemerintah daerah ke depan. Keberhasilan meraih opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) selama tujuh kali berturut-turut menunjukkan komitmen Pemprov Bali untuk membuat laporan keuangan yang berkualitas. Ia berharap eksekutif dan legislatif bisa bekerja sama untuk merumuskan strategi yang tepat dalam menciptakan kemandirian keuangan di Provinsi Bali. (Rindra Devita/balipost)