Puri Kauhan Ubud menggelar pablibagan virtual. (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Puri Kauhan Ubud kembali menggelar pabligbagan virtual pada Minggu (5/7) sore. Pabligbagan virtual edisi keempat ini mengangkat tema “Mantra, yantra, tantra dan karma di masa pandemi’. Tema ini untuk mengedukasi masyarakat dalam kaitannya melewati masa pandemi COVID-19 dengan lebih dalam melihat ke dalam diri, serta meningkatkan kepedulian antarsesama.

Pangelingsir Puri Kauhan Ubud sekaligus pengantar diskusi, A.A.G.N. Ari Dwipayana mengatakan, pabligbagan virtual ini merupakan edisi spesial yang dilaksanakan bertepatan dengan perayana hari suci Banyupinaruh dan Purnama Sasih Kasa. “Hari suci Banyupinaruh biasa diisi dengan tradisi mandi atau malukat. Hari ini kita maknai dalam sesuatu yang berbeda, yakni bukan hanya mandi dalam artian fisik, namun bermandikan pengetahuan sehingga dapat sesuatu lebih bermakna bagi kehidupan kita,“ jelasnya.

Baca juga:  Desa Adat Sema Gading Renovasi Sejumlah Pelinggih

Pabligbagan edisi keempat ini menghadirkan narasumber yakni Bhiksu Bhadra Ruci Sthavira (Kepala Biara Indonesia Tusita Vivaranacarana Vijayasraya), Ida Pedanda Gede Nyoman Putra Talikup (Geriya Koulubyawu, Muncan, Karangasem), Ida Shri Bhagawan Natha Nawa Wangsa Pemayun (Kedhatuan Kawista, Blatungan, Tabanan) dan Sugi Lanus selaku moderator diskusi. “Kami hadirkan guru loka, karena dalam menghadapi pandemi umat tidak hanya datang ke dokter, tidak hanya menerima informasi dari pemerintah, tetapi juga umat mendatangi para sulinggih, wiku, pendeta. Mereka datang menanyakan apa yang telah terjadi dan apa yang harus dilakukan oleh umat dan apa yang dijadikan pegangan dalam menghadpi persoalan ini,” katanya.

Baca juga:  Kepala BRIN Harap Bupati/wali kota Jalankan Haluan 100 Tahun Bali Disusun Gubernur Koster

Dikatakan, hal ini menjadi fenomena psikologis di Indonesia, karena masyarakat masih menjadikan penjelasan dari para guru loka hingga penekun spiritual itu sebagai rujukan dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena itu, dinilai penting bagi pemerintah untuk juga mendengar pandangan dari para orang suci ini. “Bagaimana pandangan dari para wiku, sulinggih, agamawan terhadap persoalan yang kita hadapi saat ini, dengan ini kita harapkan apa yang menjadi kebijakan pemerintah bisa nyambung dengan apa yang menjadi kesadaran dan persepektif para guru loka,” ujar Ari Dwipayana.

Ditambahkannya, COVID-19 ini sudah memberikan kecemasan, karena masyarakat belum tahu jelas apa yang sedang terjadi. Kondisi ini pun berdampak pada kesehatan hingga ekonomi. “Dalam hal ini kita awidya, maka salah satu hal penting ialah kembali melakukan kontemplasi diri, diam, kemudian melihat suasana yang terjadi. Tradisi ini sebenarnya diciptakan melalui aturan stay at home,” katanya.

Baca juga:  Desa Adat Darmasaba Ngodak dan Melaspas Petapakan Ida Bhatara

Pembatasan aktivitas masyarakat bisa dijadikan sebagai sarana peningkatan spiritual, yakni orang bisa kembali melihat ke dalam diri. “Ketika kita kembali ke dalam, ada beberapa alat yang sudah dimilik untuk mencoba menarik persoalan ini secara vertikal dan horizontal, melalui mantra tantra dan yantra, misal bagaimana Gayatri Mantra digunakan sebagai instrumen membersihkan diri secara terus menerus, menguatkan diri, ketenangan diri,“ ungkapnya. (Manik Astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *