Petani cabai sedang panen. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Anggaran sektor pertanian kini tengah diusulkan minimal 5 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Bali. Ini dilakukan agar tidak ada lagi dikotomi antara sektor pertanian dan pariwisata. Namun, kedua sektor ini bisa seimbang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Bali.

Apalagi, di tengah situasi pandemi Covid-19, sektor pertanian mampu bertahan dan layak dijadikan basis pertumbuhan ekonomi. Kebanyakan masyarakat Bali kembali ke desa masing-masing dan beralih profesi menjadi petani dadakan. Sebab, saat ini sektor pariwisata Bali berada di titik nadir.

Pengamat pertanian Dr. Ir. I Gusti Bagus Udayana, M.Si. menyambut baik usulan kenaikan anggaran pertanian Bali yang semula hanya 1,8 persen diusulkan menjadi 5 persen dari APBD Bali. Menurutnya, untuk memberdayakan sektor pertanian, maka anggaran sektor pertanian harus ditingkatkan, sehingga PDRB pada pertanian pun akan meningkat.

Apalagi, sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan yang sangat penting dalam struktur perekonomian. Sebab, pertanian sangat potensial dalam beberapa bentuk kontribusinya dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yang disumbangkan dari masing-masing daerah, termasuk Bali.

Kontribusi tersebut, katanya, di antaranya tindakan dari sektor-sektor ekonomi lainnya yang lebih luas akan sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian. Baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain. Seperti industri manufaktur dan perdagangan.

Baca juga:  Bali "Back to Basic"

Pada sektor ini, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya. Bahkan, pertanian sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya, dan sektor pertanian memiliki sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa). “Sektor pertanian sangat diperlukan dalam kondisi apa pun, hal ini dikarenakan pertanian memiliki potensi sumber daya yang cukup besar dan beragam. Dilihat dari pangsa pasar terhadap pendapatan, baik daerah maupun nasional diharapkan memiliki potensi yang besar, aktivitas ataupun kegiatan manusia yang perlu pangan untuk kesehatannya akan sangat bergantung pada komoditi pertanian. Pertanian menjadi basis pertumbuhan ekonomi di pedesaan,” ujar Kaprodi Agroteknologi Universitas Warmadewa ini, Selasa (7/7).

Udayana menegaskan, peran pertanian dalam pembangunan dikelompokkan menjadi tiga kegiatan pokok. Yaitu menyumbang produk domestik brutto nasional, memberi peluang kesempatan bekerja, dan sebagai sumber penerimaan devisa hasil ekspor komoditi nasional. Selain itu, sektor pertanian merupakan sektor yang sangat vital karena bersinggungan dengan pangan. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah menjadikan pertanian sebagai prioritas anggaran yang setiap tahunnya ditingkatkan.

Baca juga:  Dorong, Peran Sektor Pertanian

Apalagi, katanya, pembaruan dalam upaya peningkatan hasil pertanian yang dilakukan banyak peneliti masih ditemukan banyak kendala. Terutama ketidaktahuan dan ketidakpahaman petani mengenai apa yang harus dilakukannya.

Selain untuk tujuan memenuhi kebutuhannya sehari-hari, para petani biasanya tidak mempunyai orientasi yang luas. Kendala tersebut pada akhirnya berakibat pada rendahnya produktivitas. “Kendala yang dihadapi petani berkaitan dengan teknologi pertanian, kelembagaan, permodalan, pengolahan dan pascapanen, pemasaran, koordinasi, infrastruktur, informasi, perizinan, lahan, pembinaan, penyuluhan, dan kendala kualitas SDM (petani) yang masih rendah,” tegasnya.

Udayana menambahkan, teknologi di bidang pertanian belum berkembang secara baik, sehingga produktivitas pertanian sangat rendah. Kelembagaan, misalnya KUD, walaupun sudah lama dikembangkan, tetap saja belum optimal. Belum dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani.

Dalam hal permodalan, belum ada institusi yang menjamin pendanaan di sektor pertanian. Lembaga keuangan yang diharapkan bisa membantu petani, ternyata belum berkembang sehingga tidak bisa menjangkau petani secara keseluruhan. Program-program untuk menunjang permodalan pun belum berkembang secara konsisten, dan bahkan cenderung untuk dihapus seperti halnya program kredit dengan bunga rendah.

Baca juga:  Pertanian Ngetren di Tengah Pandemi COVID-19

Di sisi pengolahan dan pascapanen, katanya, sebagian besar hasil pertanian tidak bisa mencukupi kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri, sehingga industri dengan pengolahan skala besar mengalami undercapacity. Begitu pula untuk industri dengan skala kecil, yang diharapkan dapat membantu petani, belum berkembang secara signifikan.

“Keberadaan pasar merupakan kunci bagi pembangunan pertanian. Namun, sampai saat ini akses petani ke pasar sangat rendah. Lembaga pemasaran pun lebih berpihak pada para pedagang,” katanya menyesalkan.

Kendala selanjutnya adalah kurangnya koordinasi, karena bagaimanapun pembangunan pertanian tidak bisa ditangani hanya oleh satu departemen saja. Begitu pula dengan infrastrukturnya, di mana perhatian perlu dukungan infrastruktur yang memadai, seperti irigasi, transportasi, listrik, pergudangan, dan lain-lain.

Namun, hal ini belum tersentuh secara optimal, sehingga ini sangat berpengaruh terhadap pembangunan pertanian terutama terhadap efisiensi, produktivitas, dan pada akhirnya berpengaruh kepada pendapatan dan kesejahteraan petani. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *