SINGARAJA, BALIPOST.com – Tradisi menghaturkan banten punjung ke kuburan (setra) saat hari raya Pagerwesi tetap dijalankan warga Bali Utara meski di tengah pandemi COVID-19. Di Setra Desa Adat Buleleng, Rabu (8/7), sejak pagi warga menggelar persembahyangan di pura umum di Buleleng atau pura dadia masing-masing.
Setelah menyelesaikan prosesi persembahyangan di pura umum atau pura dadia, umat melanjutkan menggelar persembahyangan ke setra. Umumnya, warga menghaturkan banten punjung di setra itu adalah mereka yang memiliki anggota keluarga yang telah meninggal dunia, tetapi belum diaben.
Di setra warga menggelar pesembahyangan secara mandiri tanpa dipimpin oleh pemangku. Mereka mendoakan para arwah sanak keluarga yang meninggal dunia itu mendapatkan tempat yang layak.
Selain itu, keluarga yang ditinggalkan memohon tuntunan dan kerahayuan dan diberikan kemudahan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selesai sembahyang, warga dengan suka cita mengkonsumsi bahan banten punjung yang telah dihaturkan itu.
Konon, cara ini dipercaya sebagai ungkapan syukur warga dengan anggota keluarga yang telah meninggal dunia untuk dan merayakan hari raya penuh suka cita.
Kelian Desa Adat Buleleng, Kecamatan Buleleng, Jro Nyoman Sutrisna mengatakan, tradisi menghaturkan banten punjung di hari raya Pagerwesi sudah ada sejak lama. Bahkan, tidak diketahui entah tahun berapa yang memulai persembahyangan di setra tersebut.
Beberapa tahun sebelumnya, memang banyak warga yang mempersembahkan punjung. Karena waktu itu banyak warga yang anggota keluarga mereka yang telah meninggal dunia hanya dikubur dan belum diupacarai ngaben.
Beberapa tahun berikutnya dengan semakin sering digelarnya upacara ngaben massal, semakin banyak warga yang melaksanakan upacara ngaben. Dengan sendirinya, semakin banyak jenazah yang semula hanya dikubur telah diaben dan semakin berkurang juga yang melaksanakan tradisi menghaturkan banten punjung ke setra.
“Dibandingkan tahun sebelumnya sekarang agak bekurang, dan ini semakin banyak warga yang menggelar ngaben, namun tradisi ini tetap harus dilestarikan,” katanya.
Terkait persembahyangan di masa pandemi COVID-19, mantan Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Buleleng ini mengatakan, protokol kesehatan secara penuh diterapkan. Protokol kesehatan dilaksanakan mulai dari penggunaan masker, mencuci tangan dengan sabun dan air, serta menjaga jarak.
“Tentu protokol kesehatan kami terapkan dan selama persembahyangan umat mengikuti dengan baik protokol kesehatan itu untuk mencegah terjadinya penularan COVID-19,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)