DENPASAR, BALIPOST.com – Pariwisata Bali beberapa kali terpuruk akibat bencana alam, gangguan keamanan dan terakhir karena gangguan penyakit. Beberapa kalangan menilai Bali perlu memiliki sektor ekonomi lain untuk menyangga perekonomian Bali di saat terjadi gangguan terjadi. Meski demikian, sektor pariwisata tetap harus dipertahankan sebagai tulang punggung perekonomian Bali karena Bali tidak memiliki sumber daya alam lainnya.
Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Bali Dr. Putu Anom, SE., M.Par.Kamis (9/7) mengatakan, meskipun saat ini pariwisata Bali menghadapi tantangan berat menghadapi wabah Covid-19, namun Bali akan tetap memiliki nilai atau taksu sebagai daerah tujuan utama pariwisata di Indonesia. “Karena Bali memiliki keunikan alam dan budaya, pelaksanaan ritual dan tempat suci. Itulah keunggulan Bali,” ujarnya.
Dengan wabah yang terjadi saat ini, diharapkan pariwisata Bali masih eksis karena Bali tidak memiliki sumber daya alam yang luas. Apalagi Bali tidak memiliki daerah yang luas yaitu kurang dari 6.000 meter persegi.
Lahan pertanian yang semula dipercaya mampu menopang ekonomi Bali, nyatanya mengalami alih fungsi lahan yang cukup masif, sehingga harapan pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian tidak bisa diharapkan. Hasil dari pertanian bagi pelaku usaha pertanian juga tidak besar, sehingga tak heran orang beralih dari pertanian ke pariwisata.
Memang telah ada peraturan tentang tata ruang wilayah namun penindakannya ke depan harus lebih serius dan tegas. “Artinya kita jangan lengah lagi, tidak boleh lagi mentolerir kerusakan lingkungan. Saya berharap Bendesa, meski mengembangakan kawasan pariwisata jangan melecehkan kawasan suci kita karena sebagai warga adat yang berkewajiban menjaga itu, agar tidak tulah,” tegasnya.
Di masa wabah ini menjadi momentum yang tepat untuk evaluasi diri. Jika masyarakat ingin berbisnis di bidang pariwisata, diharapkan tidak serakah. Filosofi berbisnis dalam agama Hindu, meski kecil tapi berkelanjutan agar dijadikan pedoman. Ia berharap, prinsip berbisnis seperti itulah yang dipegang pelaku usaha pariwisata di Bali. “Jika alam Bali rusak, akan ditinggalkan wisatawan, kita juga akan repot,” tandasnya.
Selain itu, dalam mengembangkan pariwisata penerapan one island management agar segera direalisasikan. Karena dengan dengan one island management, juga akan terjadi efisiensi birokrasi dan operasional. Apalagi Bali memiliki wilayah yang tidak terlalu luas sehingga efisiensi birokrasi dapat dijangkau oleh beberapa pimpinan wilayah saja. Misalnya 9 kabupaten/kota di Bali bisa diciutkan dengan 4 kabupaten dan 1 kota. (Citta Maya/Balipost)