Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tahapan pertama tatanan kehidupan normal baru (new normal) di Bali telah dimulai sejak 9 Juli 2020. Berbagai aktivitas masyarakat, baik dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya mulai dilonggarkan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan (prokes) tatanan new normal.

Khusus untuk upacara panca yadnya, umat Hindu di Bali didorong untuk tetap melaksanakan protokol kesehatan COVID-19 secara ketat. “Tidak hanya social distancing, cuci tangan, dan pakai masker, tetapi bahan-bahan yang digunakan untuk sarana upacara agar tetap terhindar dari penyebaran COVID-19, termasuk kalau memungkinkan sebelum persembahyangan di Pura sehari sebelumnya dilakukan penyemprotan disinfektan,” tandas Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., Sabtu (11/7).

Baca juga:  Dua Hari Berturut-turut, Bali Tak Laporkan Korban Jiwa Covid-19

Terkait dengan upacara manusa yadnya (ngaben), baik penguburan maupun pembakaran jenazah diarahkan agar dilakukan sesuai dengan SOP penguburan orang meninggal dari Satgas Penanganan COVID-19. Bahkan, kalau meninggal karena positif COVID-19 cukup dilakukan oleh petugas. “Jangan diarahkan untuk merebut bangke (mayat-red), seperti di Jawa Timur, Makassar, Lombok. Bangke dibawa pulang, akhirnya keluarganya kena (tertular COVID-19, red). Orang Bali jangan seperti itu,” tegas Rektor UHN I Gusti Bagus Sugriwa ini.

Baca juga:  Proyek RSD Mangusada Terancam Molor

Bagi umat Hindu yang meninggal bukan karena positif COVID-19, dipersilakan melakukan upacara pengabenan seperti pada umumnya. Namun, harus tetap mengikuti protokol kesehatan COVID-19. “Bagaimana hidup new normal, tidak hanya melalui protokol kesehatan tetapi bagaimana membangkitkan semangat spiritual masyarakat. Sehingga, tradisi yang ada di masyarakat tetap bisa dijaga dan dilestarikan,” pungkasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *