DENPASAR, BALIPOST.com – Sebelum terjadi pandemi COVID-19, perekonomian Indonesia tercatat terus mengalami pertumbuhan. Pun dengan Bali, yang dibarengi pula dengan kemunculan berbagai tantangan baru.
Salah satunya persoalan pemerataan pembangunan dan pembangunan berkelanjutan. “Sebagai daerah destinasi pariwisata, Bali memperoleh manfaat ekonomi yang besar dari sektor ini. Namun, di sisi lain masih terjadi ketimpangan penerimaan manfaat di masyarakat,” ujar Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati saat menjadi narasumber dalam Webinar Online Advisory Meeting Happy Digital City melalui aplikasi Zoom, di Ruang Vidcon, Diskominfos Provinsi Bali, Senin (13/7) malam.
Pria yang akrab disapa Cok Ace ini mencontohkan ketimpangan terjadi antara daerah kota (urban) dengan desa. Bali juga menghadapi tantangan akibat faktor lingkungan dan budaya yang mengalami tekanan.
Persoalan ini pada akhirnya mengakibatkan penurunan nilai kebahagiaan. Untuk menjawab tantangan ini, Bali membutuhkan sebuah sinergi yang baik antara pengembangan teknologi pintar dan kearifan lokal.
“Indikator kebahagiaan tidak cukup diukur dari tingkat pendidikan, kesehatan dan ekonomi tetapi juga harus diukur dengan tingkat keseimbangan yang tertuang dalam konsep Tri Hita Karana dan sangatlah penting untuk mempertimbangkan konsep budaya lokal,” terangnya didampingi Kepala Bappeda Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra.
Cok Ace mengapresiasi Unity In Diversity (UID) campus yang telah mengadakan advisory online meeting untuk Program Happy Digital Cities ini. Sebab, program ini akan sangat bermanfaat tak hanya bagi masyarakat Bali, tetapi juga bagi dunia.
antan bupati Gianyar ini berharap melalui pengembangan Program Happy Digital Cities, ada lebih banyak orang yang saling berkolaborasi untuk mengembangkan sinergitas Teknologi-Budaya ini sehingga melahirkan calon-calon urban designer yang lebih baik di masa depan. Mereka yang bergabung dalam program ini harus memiliki latar belakang atau keahlian yang khusus.
Mengingat perencanaan tata kota merupakan sebuah studi multidisiplin yang memerlukan kolaborasi dari berbagai bidang ilmu. Program ini dipandang sangat dibutuhkan oleh pemerintah selaku stakeholder perencana atau urban designer.
“Selain itu, pihak swasta, misalnya pihak pengembang, dan perencana tata kota juga bisa menjadi end user program Happy Digital Cities,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)