Wisatawan mancanegara menyusuri jalan setapak di Pantai Semawang, Denpasar. Di tengah pandemi COVID-19, pariwisata masih terpuruk dan mengancam peningkatan angka kemiskinan di Bali. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Angka kemiskinan di Bali diprediksi meningkat 3 kali lipat atau sebesar 5 persen pada September 2020. Hal ini disebabkan semakin banyaknya orang yang di-PHK, dirumahkan, mem-PHK diri sendiri dan tidak memiliki pekerjaan pasti karena lesunya perekonomian yang dominan ditopang pariwisata.

Kondisi ini pun diakui Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Ida Ayu Sri Widnyani, S.Sos., MAP., Senin (20/7). “Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dampak COVID-19 berkorelasi signifikan terhadap kemiskinan. Terutama bagi masyarakat ekonomi menengah dan rentan,” tandas Sri Widnyani.

Baca juga:  Dari Kembali Lebih Banyak dari Sehari Sebelumnya hingga Eks Ketua LPD Jadi Tersangka

Diakui, sumber pendapatan masyarakat Bali didominasi dari sektor pariwisata dan sektor UMKM, serta pertanian sebagai penopang pariwisata. Dengan pandemi, sektor pariwisata lumpuh sehingga masyarakat yang mengandalkan penghasilan dari pariwisata dan penopang pariwisata juga terpuruk.

Terlebih, Kota Denpasar sempat memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) yang memberi efek stagnan terhadap perputaran perekonomian masyarakat. Begitu juga daya beli masyarakat juga berkurang akibat dari berkurangnya penghasilan.

“Banyak yang di PHK. Karena perusahaan tidak bisa beroperasi. Masyarakat ekonomi menengah bisa turun kelas menjadi mulai menggunakan tabungan untuk bertahan hidup. Beberapa bulan hidup tanpa penghasilan yang jelas, berakibat menjadi kategori miskin,” ujar akademisi Universitas Ngurah Rai ini.

Baca juga:  Bupati Giri Prasta Hadiri Karya Pura Dalem Penataran Kepaon

Bertambahnya tingkat kemiskinan di Bali, dikatakan akan berimbas pada penurunan kualitas pendidikan. Sebab, banyak siswa atau mahasiswa tidak bisa membayar biaya sekolah.

Meskipun ada yang menerima bantuan, namun tidak mencukupi. Apalagi, poses pembelajaran menggunakan daring membutuhkan pulsa atau quota yang tinggi.

Selain itu, kualitas kesehatan masyarakat juga menurun, karena tidak mampu memenuhi standar kebutuhan gizi. “Kemungkinan kasus stunting akan meluas, peluang krimininalitas akan meningkat,” tandasnya.

Baca juga:  Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, Gubernur Koster Sampaikan Manusia Bali Masa Depan

Untuk mengantisipasi dampak tersebut, diharapkan pemerintah bersama stakeholder melakukan pendampingan kepada masyarakat dan pelaku UMKM. Memberikan stimulus bantuan dengan tepat sasaran dan meluaskan jumlah coverage. “Pemerintah tidak bisa sendiri dalam meminimalisir meluasnya kemiskininan, kebijakan harus holistik dan kolaboratif dengan berbagai sektor,” pungkasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *