DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster sempat menyatakan bahwa arak Bali ampuh untuk menyembuhkan pasien COVID-19 yang tanpa gejala (OTG). Bahkan, sejumlah tempat karantina COVID-19 di Pulau Dewata telah menerapkan terapi arak Bali sebagai pengobatan.
Kendati demikian, banyak masyarakat yang salah kaprah tentang terapi ramuan tradisional ini. Masyarakat mempersepsikan bahwa dengan meminum arak dapat sembuh dan terhindar dari COVID-19.
Padahal, dijelaskan Ahli Toksikologi yang juga Ketua Peneliti Riset Ramuan Arak, apt. Dr. rer. nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., yang digunakan adalah arak yang diekstrak dan dicampur dengan bahan lain. Kemudian, uap dari ramuan tersebut dihirup dari nebulizer.
Dikatakan, dari sejumlah pasien positif COVID-19 yang menjalani terapi ini memang mempercepat kesembuhannya. Namun, hal tersebut dipengaruhi juga dengan tingkat infeksi dan imun dari pasien tersebut.
Diduga, uap atau pengembunan arak yang dihirup mampu membersihkan paru-paru. “Masyarakat jangan salah kaprah, dengan meminum arak dapat sembuh dan terhindar dari COVID-19, yang ada kalau kebanyakan minum arak bisa keracunan karena arak mengandung metanol,” tegas Gelgel, Jumat (24/7).
Gelgel menjelaskan, bahwa metode terapinya, yaitu pasien menghirup uap selama satu menit dari nebulizer di pagi, siang, dan malam hari. Setelah itu, pasien diminta berolahraga berupa tarik dan lepas udara dari alat pernapasan.
Dalam metode pengobatan ini, tidak hanya dilakukan penguapan dengan bahan arak melalui nebulizer, tetapi pasien juga diminta menjalani yoga dasar, yakni teknik pernapasan atau menarik dan mengeluarkan napas dengan teratur. “Pasien juga harus berdoa agar semakin yakin pengobatan tradisional ini bisa menyembuhkan mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa metode terapi ini telah dilakukan sejak 1 Juli 2020 bagi seluruh pasien yang dikarantina oleh Pemprov Bali. Setelah diterapi, diakui kecepatan sembuh pasien bervariasi.
Ada yang percepatan sembuhnya hampir 70 persen berada di rentang tiga hari. Padahal, sebelum menggunakan terapi ini kecepatan sembuhnya bisa di atas 10 hari.
Kendati demikian, ramuan terapi ini masih perlu dilakukan riset lebih dalam lagi. Terkait faktor yang membuat pengobatan tradisional ini bisa mempercepat kesembuhan asimptomatik positif COVID-19.
Namun, Pemprov Bali dan Dinas Kesehatan Bali telah mengizinkan metode pengobatan ini. Sebab, pengobatan tradisional Bali ini sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2019 Tentang Layanan Kesehatan Tradisional.
Sementara, bahan-bahan yang digunakan untuk terapi ini, Gelgel belum mau membeberkannya. Sebab, metode ini akan dipatenkan terlebih dahulu sebelum disebarkan ke masyarakat. (Winatha/balipost)