Siswa SMA mengikuti ujian berbasis komputer atau online. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sistem pembelajaran di semua jenjang pendidikan yang kini 100 persen daring atau online mulai dikeluhkan orangtua siswa. Lantaran tidak ada tatap muka langsung, anak-anak kerap tidak mengerti dengan materi pelajaran yang diberikan oleh guru lewat online.

Sedangkan orangtua memiliki keterbatasan untuk menjelaskan materi tersebut kepada anak-anaknya. Belum lagi, ada orangtua yang harus bekerja sehingga tidak bisa mendampingi anaknya saat belajar online.

“Orangtua yang bekerja tidak bisa membimbing anaknya belajar online. Jadi, siswa ini tidak paham dengan materi yang diajarkan oleh guru lewat online,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Gusti Putu Budiartha ditemui di gedung dewan, Selasa (28/7).

Baca juga:  Tahun Ajaran Baru, Sekolah Diingatkan Jangan Dulu Ambil Kebijakan Belajar Tatap Muka

Budiartha meminta kepala dinas pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota untuk mulai memperhatikan masalah ini. Pihaknya bahkan berharap ada usulan ke pemerintah pusat untuk merubah sistem pembelajaran agar tidak 100 persen online.

Mengingat, aturan dan kebijakan terkait pendidikan di masa pandemi ini memang masih tergantung dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Paling tidak, daerah menyampaikan agar sistem pembelajaran bisa dilakukan tatap muka.

Namun tetap dengan pengaturan agar menaati protokol kesehatan dan physical distancing. Misalnya, siswa yang datang ke sekolah dibagi dua per rombongan belajar sehingga mereka bisa datang bergantian. “Dibagi dua tahap dia. Sekarang tatap muka setengah, besoknya setengah. Di samping belajar secara virtual, mereka bisa bertatap muka dengan guru di sekolah,” jelas Politisi PDIP ini.

Baca juga:  4 Bulan Belajar Daring, Efektifkah?

Menurut Budiartha, hal yang harus diperhatikan saat nanti akan memulai tatap muka di sekolah tentunya penerapan protokol kesehatan dengan ketat. Tujuannya agar sekolah tidak menjadi klaster baru penyebaran COVID-19.

Alasan masih belum dibukanya sektor pendidikan, bisa jadi karena anak-anak di bawah 14 tahun (usia TK, SD, SMP) dalam pergaulannya cenderung tidak memahami arti penting protokol kesehatan itu. Namun demikian, pihaknya berharap penanganan COVID-19 di daerah semakin baik.

Baca juga:  AS Berencana Buka Kembali Sekolah, Orangtua Hadapi Dilema

Apalagi pada 31 Juli mendatang, Bali rencananya dibuka untuk wisatawan domestik. Kalau memang belum bisa membuka ruang kelas secara penuh, paling tidak dilakukan secara bertahap dengan membagi siswa.

Yakni sebagian belajar virtual, sebagian lagi tatap muka secara bergantian di sekolah. “Jadi ada semacam diskusi-diskusi mereka di sekolah, pemahaman tentang materi yang diberikan guru. Kalau virtual, tidak ada tanya jawab, mereka hanya mendengarkan, ada juga yang kurang paham tentang materi yang diajarkan,” pungkasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *