Prof. Ratminingsih. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.

Bulan Juli adalah awal bulan tahun akademik baru bagi mayoritas pembelajar di SD, SMP, dan SMA atau yang sederajat di seluruh Indonesia. Bulan ini menjadi bulan penuh makna, peserta didik atau siswa baru pada satu jenjang tertentu yang dalam masa transisi dari tingkat sebelumnya menuju ke jenjang berikutnya biasanya mengalami euforia dengan masa orientasi.

Suatu masa yang mengasyikkan bertemu dengan teman baru dan para guru yang baru. Namun tak seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan ini menjadi tahun akademik yang unik karena pada masa kehidupan kenormalan baru setelah Maret 2020, dunia didera dengan kehadiran virus baru Covid-19.

Semua menjadi berubah. Kehidupan pada semua sektor secara drastis harus tergantikan dengan cepat dan menuntut kemampuan beradaptasi.

Termasuk dunia pendidikan yang tadinya mayoritas dilakukan di ruang kelas, seratus persen digantikan dengan belajar dari rumah. Teknologi menjadi alat yang tadinya hanya digunakan melengkapi pembelajaran berubah menjadi media utama pembelajaran. Semua kegiatan pembelajaran tatap muka ditiadakan. Semua tergantikan dengan pembelajaran daring.

Baca juga:  Pembelajaran Daring, Kecanduan Siswa Akan Gadget Makin Menguat

Dalam beberapa bulan, banyak pembelajar mengeluhkan pembelajaran dengan sistem daring. Bahkan orangtua menginginkan dihentikannya sistem pembelajaran ini. Salah satu alasan utamanya adalah tingginya biaya yang dihabiskan, sementara banyak dari para orangtua harus kehilangan pekerjaan karena hampir semua perusahaan dan bisnis ditutup oleh karena kehadiran si virus yang mematikan berbagai sendi kehidupan.

Sekolah, guru, dan semua yang berkecimpung di dunia pendidikan mestinya terus berupaya mencari solusi yang terbaik untuk memecahkan masalah pembelajaran daring ini. Kata bijaksana menjadi sedemikian penting dalam pemanfaatan pembelajaran daring. Karena kalau kita tidak bijaksana, pembelajaran yang mestinya dikemas menjadi menyenangkan berubah menjadi  penderitaan berkepanjangan, baik itu bagi peserta didik maupun para orangtua.

Pembelajaran daring ada dua macam yaitu sinkronius dan asinkronius. Sinkronius adalah pembelajaran daring yang dilakukan dengan komunikasi langsung antara guru dengan peserta didik melalui penggunaan peralatan teknologi smartphone, laptop, atau gadget lainnya. Pembelajaran tersebut dihadirkan dengan berbagai aplikasi seperti google.meet, webex, zoom, dan sebagainya. Sedangkan asinkronius adalah pembelajaran daring yang dikemas oleh guru yang mana komunikasi bisa terjadi secara tidak langsung atau tertunda seperti melalui email, youtube, whatsapp, telegram, dan lain-lain tetapi tetap dalam jaringan.

Baca juga:  Tantangan Mengeleminir Sarjana Mengganggur

Bila dibandingkan, pembelajaran daring sinkronius dapat membuat guru bertatap muka dengan peserta didik dan berinteraksi langsung meski lewat layar kaca. Senyum manis guru dan para siswa bisa terlihat semua. Namun, dalam hal kuota yang dihabiskan, yang pasti jauh lebih banyak dengan daring asinkronius. Sebaliknya, pembelajaran daring asinkronius memiliki kelemahan bahwa baik guru dan peserta didik tidak saling bercakap dan berinteraksi langsung. Namun, memiliki keuntungan yang di samping lebih fleksibel tetapi juga lebih murah. Lebih fleksibel maksudnya peserta didik dapat mengerjakan tugas kapan saja dan di mana saja, yang kemudian disampaikan atau dikumpulkan kepada guru sesuai kerangka waktu yang telah ditetapkan. Menjadi lebih murah, karena kuota yang dihabiskan lebih sedikit dibandingkan dengan pembelajaran daring sinkronius.

Baca juga:  Tapera dan Propertinomic

Berkaca dari masalah para orangtua yang ingin agar guru menghentikan pembelajaran daring, tampaknya ini dipicu oleh masalah penggunaan daring yang masif secara sinkronius, karena biaya yang ditimbulkan dalam pembelajaran menjadi meningkat. Tugas kita semua para guru yang melek digital untuk lebih banyak menggunakan pembelajaran daring yang lebih murah, yakni dengan memilih yang asinkronius, termasuk pembelajaran luring, yaitu yang bersifat offline atau sambungan terputus tanpa jaringan, yang bisa dilakukan secara konvensional dengan memberikan tugas berupa dokumen.

Tugas semua institusi pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi, para guru dan dosen, serta semua pihak terkait untuk menyosialisasikan kepada orangtua metode pembelajaran yang dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Harapan kita semua adalah kebijaksanaan dalam penggunaan pembelajaran daring yang ramah anak dan ramah orangtua. Dalam arti tidak membuat peserta didik dan orangtua terbebani, baik dari segi biaya maupun dari segi aktivitas pembelajaran yang dihadirkan, sehingga tujuan pembelajaran tetap dapat dicapai secara maksimal.

Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *