DENPASAR, BALIPOST.com – Dewa Gede Agus Putrayana (29) kembali menjalani pemeriksaan dalam perkara pencetakan uang palsu (upal), Kamis (6/8). Selain memeriksa saksi polisi, JPU I Ketut Sudiarta, di hadapan majelis hakim pimpinan Hari Supriyanto, juga memeriksa Dewa Gede Agus Putrayana sebagai terdakwa.
Terdakwa mengaku bahwa dia mencetak upal belajar dan terinspirasi dari internet. Dia pun mampu mencetak beberapa lembar upal, yakni pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.0000.
Saat ditanya jaksa soal barang bukti uang dollar asli, terdakwa mengaku sempat mencoba mencetak upal dollar. “Tapi hasilnya jelek,” ucap terdakwa.
Sehingga dia tidak melanjutkan pencetakan dollar. Hanya upal rupiah akhirnya dicetak.
Sedangkan JPU I Ketut Sudiarta dalam surat dakwaanya menyampaikan, Dewa Gede Agus Putrayasa beralamat di Banjar Sapat, Tegallalang, Gianyar, digerebek pada Jumat 24 April 2020, pukul 19.00 oleh petugas Polda Bali. Dia ditangkap di depan Pasar Blahkiuh, Abiansemal, Badung.
Saat itu, kata jaksa, terdakwa sedang mempersiapkan alat upal seperti kertas HPS putih, printer warna hitam yang digunakan mencetak upal, gunting, plastik dengan lis perekat merah dan tanpa perekat merah. Polisi juga menyita uang asli pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000.
Hasil interogasi, sebagaimana surat dakwaan jaksa, terdakwa mengaku bahwa uang asli itu dimasukkan ke dalam pencetak berupa scan printer. Tujuannya menyesuaikan ukuran, sehingga juga dipasang plester pada bagian pinggir keliling.
Uang asli dimasukkan ke dalam scan printer maksimal empat lembar dengan posisi vertikal atau sejajar. Hasil print digunting oleh terdakwa, dengan ukuran yang sama dengan uang asli. Setelah itu, terdakwa menempelkan plastik yang terdapat perekat pitalim warna merah yang digunakam sebagai tanda pita pada upal.
Tujuannya sama, supaya mirip dengan uang asli. Hasil cetak berupa upal, yang mirip dengan uang asli, terdakwa edarkan di wilayah Gianyar. Juga dipakai membayar uang kost. Bahkan juga digunakan membeli ponsel. “Barang bukti lainnya ditemukan di rumah terdakwa,” sebut jaksa. (Miasa/balipost)