DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali pada Rabu (5/8) mengeluarkan instruksi ke seluruh desa adat. Rapat yang dipimpin Bendesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet didampingi Panyarikan Agung MDA Bali, I Ketut Sumarta, secara tegas memutuskan tidak mengizinkan sampradaya dan secara khusus Hare Khrisna melaksanakan kegiatan ritualnya di setiap Pura, fasilitas Pedruwen Desa Adat dan/atau fasilitas umum yang ada di Wewidangan Desa Adat.
Hal ini didasari oleh pelaksanaan ritualnya, bertentangan dengan Sukreta Tata Parahyangan, Awig-Awig, Pararem, dan/atau Dresta Desa Adat di Bali yang bernafaskan Hindu di Bali. Bendesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet menegaskan bahwa Majelis Desa Adat (MDA) sebagai Pasikian Desa Adat se-Bali setelah mencermati kondisi psikologis umat Hindu di Bali, menyimpulkan bahwa Hare Krishna memiliki teologi yang sangat berbeda dengan ajaran Hindu. Sehingga tidak dapat dinyatakan sebagai bagian dari Agama Hindu apalagi Hindu dengan adat istiadat Bali.
Sesuai tindaklanjut atas kesimpulan tersebut, MDA Provinsi Bali sesuai kewenangan yang diberikan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali, Paruman Agung Desa Adat Se-Bali Tahun 2019 dan Anggaran Dasar MDA Bali memberikan intruksi kepada seluruh Desa Adat di Bali untuk tidak mengizinkan kegiatan ritual agama Hindu oleh sampradaya yang tidak sejalan dengan Hindu Dresta Bali, termasuk Hare Khrisna. Sebab, bertentangan dengan Sukreta Tata Parahyangan, Awig-Awig, Perarem serta Dresta Desa Adat di seluruh Desa Adat di Bali.
Poin kedua, instruksi yang diberikan adalah melarang semua aliran aliran keagamaan Sampradaya yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu Dresta Bali, termasuk Hare Krishna, untuk melaksanakan kegiatan di Pura/Kahyangan yang ada di di wewidangan Desa Adat di masing-masing Desa Adat di Bali. “Desa Adat didorong untuk berkoordinasi dengan pengempon pura Dang Kahyangan atau Kahyangan Jagat di wewidangan Desa Adat masing-masing, untuk melarang kegiatan sebagaimana diatur pada poin kedua tersebut,” jelasnya.
Secara khusus, Desa Adat juga diminta untuk mendata dan menginventarisasi keberadaan sampradaya yang tidak sejalan dengan ajaran agama Hindu (Hindu Bali), termasuk Hare Krishna. Selanjutnya agar mengingatkan untuk tidak memanfaatkan Pura Kahyangan Desa, Dang Kahyangan, Kahyangan Jagat, fasilitas Padruwen Desa Adat dan fasilitas umum lainnya di wewidangan Desa Adat.
Ia menegaskan bahwa instruksi yang dikeluarkan oleh Majelis Desa Adat (MDA) bertujuan untuk segera menyelesaikan silang pendapat yang terjadi di kalangan umat Hindu di Bali. Selanjutnya dengan keputusan yang diambil dalam Pasangkepan, bisa menjadi dasar bagi seluruh Bendesa Adat untuk bersikap dan bertindak. (kmb/balipost)