AMLAPURA, BALIPOST.com – Ketika menyebut nama Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, ingatan masyarakat akan tertuju pada komoditi salak Bali yang sudah sangat terkenal. Salak yang diusahakan turun-temurun secara organik tidak dipungkiri menjadi mata pencaharian utama masyarakat Desa Sibetan.
Budidaya salak organik belum mampu mensejahterakan karena buah yang dihasilkan dibeli oleh konsumen dengan harga yang sama seperti nonorganik dan panen buah bersifat musiman. Produksi melimpah pada panen raya menyebabkan harga rendah.
Di samping itu, perkebunan salak organik belum dikembangkan sebagai agrowisata agar petani mendapatkan nilai tambah dari perkembangan sektor pariwisata Bali yang sangat pesat. Tim pengabdi dari Unud yang dimotori Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S., Dr. Ir. Sri Mulyani, M.P., I Putu Sudana, S.Par., M.Par. dan Ir. I Wayan Wiraatmaja, M.P., melakukan pengabdian edukasi dan pendampingan pengembangan Salak Organik Desa Sibetan “Bujangseta”, Diversifikasi Hasil Olahan dan Pemanfaatannya sebagai Agrowisata, dengan pendanaan hibah Pengabdian Program Udayana untuk Masyarakat (Puma).
Pengabdian dengan sasaran Kelompok Tani Kerta Semaya Desa Sibetan bertujuan agar salak organik dapat mensejahterakan masyarakat dengan dinitegrasikan sebagai agrowisata. Pelaksanaan dilakukan melalui edukasi dan pendampingan agar salak organik bisa Bujangseta (berbuah sepanjang tahun), ada peningkatan nilai tambah melalui diversifikasi hasil olahan menggunakan buah yang tidak diserap pasar dan buah afkir, hasil sampingan/end-product seperti biji salak, kulit buah salak, rebung/empol salak, serta pengembangan strategi branding dan pemasaran agar terbentuk citra organik yang kuat. (Adv/balipost)