AMLAPURA, BALIPOST.com – Arak Bali telah dimanfaatkan sebagai salah satu obat terapi yang berhasil menyembuhkan orang tanpa gejala terkonfirmasi positif COVID-19. Imbasnya, tingkat kesembuhan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Bali semakin tinggi mencapai 87 persen.
Bahkan, arak Bali sebagai bagian dari usada tradisional ini rencananya akan dipatenkan. Upaya itu sedang dilakukan Pemprov Bali.
“Sekarang saya sedang mengajukan arak Bali ini ke Kemenkumham RI agar memperoleh hak paten sebagai Usada Tradisional (Pengobatan Tradisional,red),” ungkap Gubernur Bali Wayan Koster saat melakukan kunjungan kerja ke Desa Tri Eka Buana, Karangasem, Sabtu (8/8)..
Dengan demikian, lanjut Koster, arak Bali bisa diproduksi untuk menyembuhkan atau memperkuat daya tahan tubuh pasien yang terkena COVID-19 atau virus yang lainnya. Untuk diketahui, Gubernur asal Sembiran, Buleleng ini sebelumnya telah memberikan panggung terhormat untuk minuman warisan leluhur khas Bali tersebut. Yakni dengan melakukan Tos Arak Bali bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio saat Deklarasi Program Kepariwisataan Dalam Tatanan Kehidupan Bali Era Baru dan Digitalisasi Pariwisata Berbasis QRIS di ITDC, Nusa Dua.
Akademisi dari Fakultas MIPA, Universitas Udayana, I Made Agus Gelgel Wirasuta didampingi Perbekel, I Ketut Derka dan Ketua Koperasi Arak KBS Padat, I Gede Artayasa mengatakan para petani arak merasa sangat gembira dan bersyukur dengan hadirnya Pergub Bali No.1/2020. Sebab, mereka bisa diakomodir dalam bentuk koperasi, dan secara penghasilan rata-rata perhari para petani mendapatkan untung Rp 420 ribu (Per liter harga arak Bali Rp 35.000 dan setiap hari menghasilkan 12 liter, red). “Atau dalam sebulan bisa meraup keuntungan mencapai sekitar Rp 12 juta,” ujarnya.
Menurut Gelgel Wirasuta, alasan utama yang menyebabkan para petani arak mendapatkan keuntungan yang melimpah karena mereka saat ini sedang menggunakan alat destilasi dengan 4 kolom bertingkat yang bisa mengirit penggunaan bahan baku arak (tuak, red). Sekarang para petani hanya menggunakan 40 liter tuak untuk menghasilkan 12 liter arak perharinya. Kalau dulu atau sebelum Pergub Bali No.1/2020 ini lahir, dan sebelum menggunakan alat destilasi tersebut, para petani hanya bisa menghasilkan 10 liter arak perharinya dengan menggunakan bahan baku tuak sebanyak 60 liter.
Lantaran alat destilasi dengan 4 kolom bertingkat ini memberikan dampak positif, maka pengembangan alat ini akan berlanjut dilakukan ke Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen. (Rindra Devita/balipost)