I Komang Wirawan. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Salah satu frasa yang ada dalam Ranperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) mendapat sorotan tajam dalam rapat paripurna DPRD Bali, Senin (10/8). Sorotan ini salah satunya dilontarkan Fraksi Demokrat.

Menurut Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Bali, I Komang Wirawan, adanya frasa “pertambangan pasir laut” dalam Ranperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) menjadi salah satu hal yang kurang pas. Sebab, pertambangan pasir laut merupakan salah satu penyebab kerusakan pesisir laut.

“Pasir laut di seluruh pesisir Pulau Bali adalah penyangga daratan. Kerusakan pesisir laut salah satu penyebabnya adalah pertambangan pasir laut,” ujarnya.

Menurut Wirawan, sedikitnya ada empat pasal yang masih kurang pas atau tidak sejalan dengan tujuan dibuatnya Ranperda. Yakni, pasal 10 ayat 5 huruf j yang bunyinya mengembangkan pemanfaatan pasir laut untuk memenuhi kebutuhan material bagi pembangunan infrastruktur, pasal 12 huruf I yang bunyinya zona pertambangan, pasal 21 ayat 3 yang bunyinya pemanfaatan pasir laut pada subzona sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur publik dan pengamanan pantai, serta pasal 42 ayat 2 yang bunyinya masyarakat tradisional dan/atau desa adat yang memanfaatkan ruang laut wajib memiliki Izin Lokasi Perairan dan/atau Izin Pengelolaan Perairan. “Kami menyarankan Gubernur agar penambangan pasir dan atau pengerukan pasir di laut dilarang,” tegasnya.

Baca juga:  Menjaga Desa Adat

Wirawan menambahkan, pertambangan pasir laut tidak saja membahayakan Bali dan pulau-pulau di sekitarnya. Tapi juga bertentangan dengan Pasal 35 UU No.27 Tahun 2007 Jo UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. “Hal ini penting kami sampaikan sebab mencermati peristiwa yang dialami di Kepulauan Seribu Provinsi DKI, dimana akibat dikeluarkannya izin pengerukan pasir di laut mengakibatkan ada 2 pulau disekitarnya hilang alias tenggelam,” paparnya.

Baca juga:  Didukung Talenta Kreatif, Bali Berpotensi Jadi Pusat Industri Layar

Siapapun, lanjut Wirawan, tentu tidak mengharapkan kejadian serupa menimpa Pulau Dewata. Oleh karena itu, Ranperda RZWP3K agar lebih menonjolkan pada bidang pelestarian dan penjagaan lingkungan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil daripada sekedar mengekploitasinya untuk peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Terutama sekali yang berkaitan dengan pengerukan pasir laut.

Jangan sampai juga, pasal-pasal itu membuat masyarakat adat kehilangan akses atau kesulitan memanfaatkan ruang laut, pesisir dan pantai untuk upacara adat maupun kegiatan adat serta ritual lainnya. “Kami tidak ingin ada kesan bahwa penyusunan Ranperda ini karena adanya pesanan sponsor dengan mengorbankan kepentingan masyarakat Bali dan terganggunya kelestarian dan harmonisasi lingkungan,” jelasnya.

Baca juga:  Banding, Hukuman Kadek Dwi Arnata Alias JDA Bertambah

Wirawan menegaskan, upaya mengarahkan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan mesti mempertimbangkan sejumlah hal. Diantaranya, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dengan daya dukung (carrying capacity) ekosistem, fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan.

Kemudian, ada keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya, fungsi, estetika lingkungan, dan kualitas lahan pesisir, serta kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam pemanfaatan WP3K yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *