Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA. (BP/Istimewa)

Oleh Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA.

Pasar Gotong Royong Krama Bali yang digagas oleh Gubernur Bali Wayan Koster melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan merupakan salah satu implementasi untuk membangun pertanian yang berbasis pada petani lokal. Dalam situasi pandemik Covid-19, penyelenggaraan Pasar Gotong Royong Krama Bali memberikan peluang bagi para petani, kelompok petani lokal untuk memperkenalkan sekaligus memasarkan produk-produknya kepada warga masyarakat. Pada tahap awal ini dimulai dari kalangan pegawai negeri sipil, BUMN/BUMD, dan pihak swasta termasuk di kalangan perguruan tinggi, seperti Dwijendra University.

Pada dasarnya produk-produk yang dihasilkan oleh para petani memiliki permintaan yang relatif tinggi karena merupakan kebutuhan utama dari warga masyarakat, seperti bahan pangan, sayuran, buah-buahan dan produk-produk lainnya. Hanya para petani belum memiliki akses langsung ke konsumen karena mereka harus melalui rantai pemasaran yang memberikan kontribusi terhadap rendahnya farmers’ share atau bagian yang diterima oleh petani.

Baca juga:  Rektor Dwijendra University Kuliah Umum di Universiti Tungku Abdul Rahman Malaysia

Oleh karena itu, penyediaan pasar (konvensional) melalui pasar gotong royong akan menjadi titik awal bagi para petani untuk membangun kemitraan usahanya dengan para konsumen. Selain memperoleh pendapatan secara langsung di pasar ini, para petani diharapkan dapat menjalin kerja sama dan terdorong untuk semakin meningkatkan produktivitas tanamannya dan sekaligus kualitas produk-produk yang dihasilkannya.

Peran pemerintah sebagai fasilitator menjadi sangat penting setelah mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 99/2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian. Kebijakan ini menjadi landasan yang kuat untuk semakin memperkuat sektor pertanian yang berbasis petani lokal. Pergub ini sangat diharapkan menjadi salah satu pilar bagi pembangunan pertanian di Bali yang melibatkan berbagai komponen atau aktor pasar dalam rantai pasok (supply chains) pasar produk pertanian, baik sebagai aktor pasar yang utama maupun pendukung. Pembangunan pertanian inklusif harus menjadi prinsip mendasar guna mewujudkan keberlanjutan pertanian dan menyejahterakan para petani lokal. Oleh karena itu, penyelenggaraan Pasar Gotong Royong Krama Bali tidak sekadar untuk menyalurkan produk-produk pertanian di masa pandemik Covid 19 ini, tetapi lebih menekankan pada upaya mendorong keberlanjutan pembangunan pertanian inklusif.

Baca juga:  Bupati Suwirta Launching Pasar Gotong Royong Krama Bali

Regulasi pemerintah selain Pergub No. 99/2018 tersebut di atas juga perlu diperkuat dan didukung oleh berbagai peraturan yang memberikan ruang gerak produktif bagi para petani, kelompok petani dan pengusaha pertanian baik di hulu maupun di hilir. Industri pertanian (agro-industri) agar diberikan peran yang mendorong sektor pertanian semakin dinamis dan produktif dengan prinsip saling berbagi manfaat ekonomis (profit sharing) sesuai dengan fungsi di antara industri dengan petani/kelompok petani sebagai aktor-aktor pasar.

Baca juga:  Wajib, PNS Pemprov Belanja Minimal 10 Persen Gaji di Pasar Gotong Royong

Kebutuhan terhadap produk-produk pertanian memerlukan adanya informasi pasar yang berasal dari berbagai industri (pariwisata, pendukung pariwisata), masyarakat termasuk pemerintah. Sehingga dibutuhkan bank data atau bank informasi tentang pertanian yang dilakukan melalui mapping pertanian di berbagai wilayah di Bali.

Penulis, Rektor Dwijendra University 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *