DENPASAR, BALIPOST.com – Banyak masyarakat yang belum mengetahui ternyata Bali memiliki sekolah umum yang menampung anak-anak berkebutuhan khusus (inklusi) ringan dengan metode pengajaran yang normal pula. SMP PGRI 6 Denpasar setelah menjadi sekolah pertama bagi siswa berkebutuhan khusus oleh Wali Kota Denpasar I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, kini diperkuat oleh Pemprov Bali sebagai Sekolah Kemanusiaan.
Menurut Kepala SMP PGRI 6 Denpasar Drs. Ketut Antara, M.Ag., anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah ini tidak pernah di-bully oleh rekan-rekannya. Justru rekan sekelasnya menunjukkan rasa sayang dan solidaritas yang tinggi kepada anak berkebutuhan khusus.
Misalnya, ada rekannya yang membantu membelikan makanan saat jam istirahat, ada yang menggendong keluar ruangan untuk bermain. Bahkan, dipapah ke toilet serta mereka dibantu memahami pelajaran dari gurunya.
Padahal, membina dan memoles anak difabel menjadi SDM mandiri jauh lebih sulit ketimbang membina siswa normal. “Makanya pas sekolah kami menyandang predikat sekolah ramah anak dan sekolah kemanusiaan,” ujar Antara saat wawancara khusus Bali Post Talk serangkaian HUT ke-72 Bali Post, Gerakan Satu Juta Krama Bali Mewujudkan Bali Era Baru, Selasa (18/8).
Sekolah ini menjadi sekolah inklusi berawal pada tahun 1990, seorang anak difabel namun cerdas tak diterima di sekolah lain. Dia diterima dengan baik di SMP PGRI 6 Denpasar hingga lulus dengan predikat terbaik.
Sejak itu, tiap tahun sekolah yang berlokasi di Jalan Kapten Japa, Gang Taman Sari Nomor 2 Denpasar ini kedatangan siswa difabel kategori ringan. Mulai dari gangguan pendengaran, cacat fisik dan mental kecuali gangguan penglihatan.
Komang Yastra Pratyaksa, misalnya, dia mengalami tunadaksa di mana kedua telapak kakinya bengkok, dan semua jari tangannya tak bisa digerakkan. Kondisi ini membuat Yastra harus memakai dua tongkat ke sekolah.
Namun, dia ternyata jago matematika, melukis dan juara III lomba magender wayang berpasangan. Siswa asal Banjar Bengkel, Sumerta Klod ini juga menunjukkan kemahirannya magender wayang saat sekolah ini melaspas gedung baru, Selasa.
Ia mengaku guru dan teman sekelasnya sangat sayang padanya. Bahkan ketika jam pulang, dia tak pernah ditinggal sendirian di kelas oleh rekan-rekannya.
Selain Yastra, banyak juga alumni siswa inklusi sekolah ini mengukir prestasi internasional. Ketut Widyadana yang mengalami kekurangan pendengaran meraih juara I nasional renang gaya bebas di Bandung dan Jakarta. Bahkan, dia meraih medali emas di kejuruaan renang di Dubai.
Ketua YPLP PGRI Kota Denpasar Drs. I Nengah Madiadnyana, M.M. ikut berbangga SMP PGRI 6 Denpasar menjadi sekolah kemanusiaan di Bali. Di sinilah tempat terbaik mengasah rasa kemanusiaan antarsesama.
Makanya, guru dan siswa sudah teruji pendidikan karakternya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukan saja mendidik anak nomal, namun juga mencerdaskan anak bangsa yang difabel degan cara memberi ruang bagi mereka belajar untuk mandiri.
Untuk itu sangat wajar pemerintah mesti membuka mata membantu fasilitas dan guru di sekolah ini, sehingga lebih intensif menjadi sekolah kemanusiaan.
Hal itu didukung oleh Ketua Komite SMP PGRI 6 Denpasar Drs. I Nyoman Mudita, M.Pd. Ke depan, ia berharap pemerintah semakin memperhatikan nasib siswa inklusi, sebab mereka juga wajib dilayani secara khusus sesuai kebutuhannya. Selama ini mereka dilayani dengan ikhlas dan penuh kasih sayang oleh guru dan teman-temannya.
Syukurnya pemerintah sudah membantu toilet inklusi, kursi roda dan tongkat dari Disdikpora Bali. Kini yang diperlukan adalah guru inklusi untuk mendidik siswa berkebutuhan khusus.
Sebab, selama ini sekolah menerapkan kurikulum reguler bagi siswa inklusi. Namun, mereka diberikan perhatian khusus oleh gurunya. Dengan demikian, mereka ikut belajar klasikal bersama teman yang normal. (Sueca/balipost)