Prof. I Gusti Ngurah Mahardika. (BP/Istimewa)

Oleh GN Mahardika

Situasi COVID-19 di Bali belum aman. Pembukaan perkantoran membawa risiko klaster penularan baru. Protokol aman Covid-19+ (baca: plus) perlu diterapkan. Syarat administrasi orang luar daerah masuk Bali hendaknya berdasarkan uji PCR, bukan rapid test.

Untuk menekan risiko penularan virus Corona atau Covid-19, masyarakat Bali sudah menjalani pembatasan sosial, ngoyong jumah, sejak Maret 2020. Pembukaan terbatas wisatawan nusantara sejak 30 Juli 2020 membuat euforia penduduk menuju keramaian. Jalan menuju daerah tujuan wisata seperti Bedugul macet parah. Pantai ramai kembali. Perkantoran dibuka.

Grafik angka kasus meningkat kembali belakangan ini di Bali. Setelah sempat menurun pada awal sampai pertengahan Agustus, kasus meningkat lagi sejak seminggu terakhir. Angka kematian memang belum naik. Pada Agustus 2020, jumlah kematian tercatat hanya tiga orang. Angka kematian bisa saja meningkat dalam beberapa minggu yang akan datang.

Klaster

Klaster kasus, yaitu kumpulan sejumlah kasus yang jika ditelusuri berasal dari suatu kejadian kerumunan, ramai diberitakan belakangan ini. Klaster perkantoran dan klaster kampus sudah diberitakan di Bali.

Beberapa bulan lalu klaster yang sering diidentifikasi adalah klaster keluarga dan pasar. Klaster keluarga dapat dimaklumi karena orang pasti tak menerapkan protokol aman Covid-19 di rumah. Klaster pasar terjadi karena jumlah pembeli yang membeludak, masker tak dipakai dengan benar, tempatnya lembab dan terlindung sinar matahari. Virus Corona (Covid-19) sangat menyukai itu.

Baca juga:  Taksu Ekonomi

Protokol aman Covid-19 tampaknya kurang efektif. Protokol aman Covid-19 seperti penggunaan masker, cuci-hama tangan yang sering, jaga jarak dan hindari kerumunan hanya menurunkan risiko tertular atau menularkan. Itu tidak meniadakan risiko. Ini harus dilakukan dengan disiplin.

Ini yang sulit. Penulis juga kadang-kadang lupa. Sekali kita tidak disiplin, bisa saja ambyar akibatnya. Kita tertular atau menulari orang lain.

Pembukaan Bali untuk wisatawan nusantara bisa menyebabkan penanggulangan Covid-19 menjadi lebih rimpil. Banyak daerah di Indonesia berstatus merah yang menunjukkan aktivitas virus tinggi.

Secara nasional, aktivitas virus masih tinggi. Angka kasus harian tinggi. Angka persentase PCR positif belum turun dari 10-20%. Tingkat hunian rumah sakit, menurut kalangan dokter, jenuh. Merujuk rumah sakit katanya sulit.

Syarat rapid test Covid-19 untuk masuk Bali rancu. Rapid test yang ada mendeteksi antibodi Covid-19. Jika positif, dia pernah tertular. Seseorang belum tentu membawa virus. Mereka yang negatif belum tentu bebas virus.

Baca juga:  Kreativitas, Inovasi, dan Prestasi Kota Denpasar

Jika yang boleh masuk Bali mesti membawa hasil rapid test yang non-reaktif, mereka bisa saja membawa virus. Ibaratnya, halaman rumah kita akan selalu kotor walau kita telah lelah membersihkannya.

Jika mau aman, pengujian yang dipakai hanya PCR. Ini hanya mendeteksi virus. Jika negatif, yang bersangkutan memang tidak sedang menularkan virus saat sampel swab-nya diambil. Walau punya kelemahan, yaitu yang bersangkutan bisa saja tertular setelah pengambilan swab, PCR lebih akurat. Yang kita cegah Covid-19, bukan antibodinya atau orang yang reaktif pada saat rapid test.

Selamatkan Diri Masing-masing

Sambil menunggu penyempurnaan protokol, kita mesti ‘’SDM’’ — selamatkan diri (dan keluarga) masing-masing. Kita mesti selalu ingat bahwa aktivitas virus masih tinggi di Indonesia, termasuk Bali. Panduannya sebagai berikut.

Kita mesti keluar rumah menuju keramaian jika tidak benar-benar perlu. Keluar rumah ke tempat terbuka aman sepanjang tak ada kerumunan. Jika terlihat penuh, hindari atau disiplin pakai masker.

Baca juga:  Menjaga Magnet Pesta Demokrasi

Kita mesti berbelanja dengan daftar belanjaan yang sudah pasti. Kita tidak perlu melihat harga. Lebih mahal sedikit tak apa-apa. Berbelanja semakin cepat semakin aman. Jangan berwisata ke pusat pembelanjaan. Ingat pakai masker.

Kalau ramai, batalkan belanja, atau cari waktu lain. Jika ada pusat perbelanjaan tanpa AC dan jendela terbuka, belanja ke sana. Semakin panas dan berkeringat, semakin aman. Jika ada yang tak bermasker di pusat pembelanjaan itu, batalkan belanjanya.

Jika hendak makan di restoran atau rumah makan, kita pilih yang tanpa AC atau di udara terbuka. Jika berkerumun, kita cari restoran lain. Makan di pinggir jalan bahkan jauh lebih aman.

Kita sediakan tempat cuci tangan di pintu masuk rumah. Cairan kaporit paling bagus. Asal tangan basah, virus di tangan mati. Cuci tangan tak perlu lama. Sampai di rumah, selalu bersihkan tangan.

Kita hindari transportasi publik, kecuali tidak ber-AC dan jendela dibuka. Kita rasakan semilir angin Bali yang menyegarkan. Jika terpaksa, kita pastikan tak berdesakan. Jika penuh, kita cari kendaraan lain.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *