DENPASAR, BALIPOST.com – Pemutusan hubungan kerja atau PHK merupakan salah satu dampak yang muncul akibat pandemi COVID-19. Namun, ada saja perusahaan yang disinyalir memanfaatkan pandemi sebagai alasan untuk melakukan praktik tidak benar.
Salah satunya, mem-PHK secara masif pekerjanya secara sepihak. “COVID-19 dijadikan kesempatan untuk melakukan PHK besar-besaran, ini tidak manusiawi,” ujar Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, I Nyoman Parta usai menerima Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) bersama perwakilan pekerja yang diancam PHK dari dua hotel di Bali, Senin (24/8).
Parta mengaku geram lantaran banyak perusahaan dan hotel melakukan PHK terhadap pekerjanya secara masif dengan alasan COVID-19. Praktik-praktik yang dilakukan oleh perusahaan sudah tidak benar, dengan menjadikan COVID-19 sebagai alasan dan melakukan PHK seenaknya.
Bahkan ada beberapa perusahaan yang memaksa karyawannya untuk menandatangani surat pengunduran diri. Seperti dialami perwakilan pekerja yang bertemu dengannya.
Dalam surat PHK yang mereka terima, tidak dicantumkan alasan mendasar kenapa para pekerja di-PHK. Namun hanya mencantumkan situasi sulit. “Ironisnya, surat PHK hanya dikirim via WhatsApp, tanpa ada pembicaraan dan alasan. Ini kan sudah jelas melanggar aturan. Ini sewenang-wenang, padahal para pekerja sudah bersedia untuk dipotong gaji, bahkan bersedia dirumahkan tanpa gaji,” jelas mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali ini.
Parta menyebut ada upaya terselubung untuk mengganti pekerja permanen atau senior dengan pekerja baru agar lebih murah saat pariwisata sudah bangkit kembali. Hal ini dikatakan sama dengan tidak menghargai prestasi pekerja yang membangun perusahaan dari nol.
Selain itu, tidak menempatkan prinsip dari hubungan industrial bahwa pekerja adalah aset perusahaan. “Situasi pandemi seperti sekarang seharusnya memupuk rasa kemanusiaan karena pekerja telah ikut serta di dalam membesarkan perusahaan,” terangnya.
Hal yang lebih memprihatinkan, lanjut Parta, BPJS Ketenagakerjaan para pekerja yang di-PHK sepihak ini langsung distop. Padahal belum ada kesepakatan.
Akibatnya, para pekerja tidak mendapatkan BLT dari pemerintah pusat, karena syarat mendapatkan BLT dari Kementerian Tenaga Kerja bagi pekerja yang upahnya dibawah Rp 5 juta harus dengan BPJS Ketenagakerjaan aktif. “Kasihan mereka,” sesalnya.
Parta meminta Gubernur, Bupati dan Walikota se-Bali agar lebih tegas dalam menyikapi makin derasnya PHK di perusahaan. Mengingat, kondisi pariwisata sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan kembali.
Selain itu, PHK yang terjadi di banyak perusahaan di Bali jelas-jelas mengabaikan Surat Edaran Gubernur Nomor: 4195//IV/DISNAKERESDM tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Keberlangsungan Usaha Dampak COVID-19. (Rindra Devita/balipost)