MANGUPURA, BALIPOST.com – Kesulitan paling parah yang pernah dialami peternak ayam potong adalah ketika menghadapi masa Covid -19 ini. Karena selain terpaksa menurunkan produksi, celakanya hasil tersebut juga tidak terserap optimal. Sebelum Covid produksi ayam per hari 200.000 ekor. Dengan adanya wabah, produksi diturunkan menjadi 140.000 – 150.000. Namun hasilnya kini, serapan ayam hanya 100.000 ekor.
Peternak ayam potong mandiri Ketut Yahya Kurniadi, Kamis (27/8) menuturkan, permasalahan pada tata niaga ayam potong telah lama terjadi. Selain karena pandemi Covid -19, peternak mandiri Bali juga masih dihadapkan pada persaingan usaha antara pabrik besar, peternak luar Bali, dan peternak kemitraan.
Sebelum Covid-19 peternak mandiri mensupply ayam ke pasar becek sedangkan pabrik besar dan kemitraan mensupply untuk horeka. Dengan adanya Covid -19, supply ayam ke pasar horeka tidak terserap sehingga pabrik besar dan kemitraan menyalurkan ke pasar becek yang merupakan ladang peternak mandiri selama ini.
Dari sisi pemasaran pabrik besar dan kemitraan telah diatur dalam Pergub 6 tahun 2013 disebutkan bahwa perusahaan inti atau pabrik besar tidak diperkenankan menganggu pasar yang telah dimiliki oleh usaha peternakan mandiri, perusahaan inti agar menciptakan peluang pasar baru baik untuk menampung produksi usahanya maupun menampung produksi usaha peternakan mandiri.
Di samping itu hasil produksi peternak dari luar Bali juga ikut membanjiri pasar di Bali. Sedangkan produksi DOC (day old chicken) juga tidak mampu dikontrol dengan baik, sehingga produksi ayam menjadi berlebihan. Kelebihan produksi ini tidak diimbangi dengan serapan yang optimal, alhasil harga ayam di tingkat peternak jatuh menjadi Rp 8.000, cenderung turun menjadi Rp 5.000. Padahal BEP (break event poin) peternak di Bali di kisaran Rp 18.500.
Hal ini membuat kondisi peternak mandiri terjepit. Hasil produksinya tidak terserap dengan baik. Banyak peternak mandiri yang merugi miliaran. Yahya berharap kehadiran pemerintah untuk melindungi peternak lokal mandiri. Karena di saat pariwisata sedang tiarap, sektor peternakan bisa diandalkan sebagai penggerak ekonomi. Namun menurutnya potensi ini tidak mendapat perhatian yang serius.
“Kalau semua peternak mandiri Bali habis, semua akan kesulitan. Lama – lama Bali akan tergantung dari luar Bali dan cita – cita menuju kemandirian pangan akan sulit tercapai,” ujarnya. (Citta Maya/Balipost)