Prof. Ratminingsih. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A

Pemerintah telah memberikan pengumuman bahwa dalam rangka melaksanakan pembelajaran tahun akademik 2020/2021, sekolah diperbolehkan melaksanakan pembelajaran langsung (face-to- face) di daerah zona hijau dan zona kuning. Pemerintah pusat menyerahkan pelaksanaan kebijakan tersebut kepada pemerintah daerah masing-masing dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan.

Pembelajaran langsung di sekolah (face-to-face) tentu sangat diharapkan oleh para orangtua yang selama masa pandemik mereka tidak mampu membantu melaksanakan pembelajaran dari rumah. Banyak orangtua memiliki keterbatasan mengajar atau mengarahkan anak-anak mereka dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Hal ini disebabkan kemampuan mereka yang kurang mendukung atau kesibukan lainnya yang mereka hadapi, terutama terkait dengan mencari nafkah dan penghasilan untuk menutupi kebutuhan keluarga.

Sebagai contoh, ketika seorang anak SD diberikan tugas mengerjakan PR mata pelajaran Matematika, ketika dia menemui kesulitan, orangtua tidak mampu membantu memecahkan masalah yang dihadapi anak tersebut, sehingga anak menjadi kecewa dan orangtua pun menjadi stres karena keterbatasannya tidak mampu membantu anaknya.

Bagi mereka, mengembalikan pembelajaran langsung yang ditangani oleh para guru di sekolah merupakan sebuah pemecahan masalah, karena mereka memang sudah menyerahkan tanggung jawab memberikan pendidikan formal di sekolah. Mereka senang bahwa anak-anak mereka dapat kembali menimba ilmu yang relevan dari para guru.

Baca juga:  Pertanian Konservasi Berkelanjutan

Anak-anak di lain pihak juga senang dapat kembali bertemu para guru mereka dan para teman sebaya, sehingga bisa belajar bersama untuk saling melengkapi pemahaman terhadap materi pelajaran. Mereka pun senang dapat kembali bermain dan bercanda ria di sekolah, yang selama ini sudah luput dari kehidupan anak-anak selama pandemik.

Meski demikian, dapat disadari bahwa kebijakan mengembalikan mereka ke bangku sekolah akan dapat menimbulkan masalah baru. Tidak menutup kemungkinan protokol kesehatan dilanggar, karena pada dasarnya anak-anak memang cepat lupa dengan aturan dan karakteristik bermain akan menjadi kendala besar penyebaran Covid-19 karena mereka pastinya suka bermain dengan teman sebaya.

Kembalinya mereka ke sekolah belajar dengan guru di satu sisi memberikan manfaat yakni realisasi kurikulum dengan memberikan pembelajaran yang lebih sistematis. Siswa mampu memahami materi pembelajaran dengan lebih baik melalui bantuan guru dan teman dalam belajar secara kolaboratif.

Baca juga:  Pagerwesi : Kuat Konsep, Lemah Konteks

Di sisi lain, ganjalan akan merebaknya klaster baru kasus pandemik tahap kedua melalui siswa menjadi tak terelakkan. Menjalankan kurikulum dan menjadikan mereka mendapatkan ilmu pengetahuan di lembaga formal (sekolah) adalah sebuah keniscayaan. Di lain pihak, menjaga kesehatan anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa juga sebuah keharusan. Keputusan yang diambil tentulah tidak mudah. Semua ada positif-negatif atau baik dan buruk.

Pembelajaran dari rumah memang lebih aman dalam situasi pandemik, namun keterbatasan para orangtua dan fasilitas yang ada menjadi halangan pelaksanaannya. Pembelajaran dari rumah mengharuskan anak lebih mandiri belajar, namun sering terkendala kekurangmampuan terutama peserta didik anak-anak yang notabene masih memerlukan banyak arahan dan bimbingan dari orang dewasa.

Sementara orangtua tidak memiliki kapasitas yang memadai karena keterbatasan pengetahuan dan latar belakang pendidikan. Dalam hal penyediaan fasilitas, orangtua sering tidak mampu karena masalah ekonomi yang mendera.

Hal ini berdampak pada kekecewaan dan tekanan psikologis anak-anak, karena di satu sisi ingin belajar dan mengerjakan tugas dengan baik secara daring, di sisi lain realitas kondisi orangtua dan kenihilan fasilitas menjadi kendala besar bagi mereka. Ujung-ujungnya orangtua menjadi sedih dan stres bahkan sampai ada orangtua yang melakukan jalan pintas yaitu rela mencuri HP demi membantu menyukseskan pembelajaran anaknya.

Baca juga:  ASEAN dan Kerja Sama Negara di Kawasan Pasifik

Sungguh sebuah dilema bagi kita semua pendidik dan para orangtua. Tanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak bangsa memang merupakan tugas bersama antara pemerintah, para guru di sekolah, dan orangtua.

Dalam kondisi adaptasi kehidupan baru ini segala sesuatu menghendaki adanya berbagai penyesuaian atau adaptasi yang mestinya membuat kita semua lebih nyaman dan senang, karena sesungguhnya pelaksanaan pembelajaran itu sendiri mensyaratkan agar peserta didik dalam kondisi senang dan nyaman belajar, sehingga mereka termotivasi belajar dan dapat mencapai hasil yang maksimal. Kondisi nyaman dan senang juga diperlukan dalam rangka meningkatkan imunitas tubuh berjuang mencegah terhindar dari pandemik yang masih menggejala.

Semoga tangan-tangan kebajikan dari berbagai pihak dapat memecahkan dilema ini untuk menerjadikan pembelajaran yang bukan saja menyamankan dan menyenangkan bagi peserta didik, tetapi juga para guru dan orangtua, tanpa mengesampingkan kesehatan yang menjadi prioritas kita semua.

Penulis, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *